Malam yang kian merayap
Menjerat sejuta rindu menuju pagi
Menjungkirkan rasio kemanusiaan
Pada tajamnya angin yang berdesir
Perlahan di pucuk malam yang rindang
Menyihir sepi jadi sebuah pesta
Dalam negeri khayal yang tentram
Senyum itu menebar
Menumbuhkan gelora kasih
Tanpa batas ataupun sebuah tendensi
Saat gejolak jiwa menyapu alam
Membenamkan segala benci dan dendam
Mengubur berita pahit
Dan melemparnya ke lorong waktu
Ku nyanyikan bait-bait penuh filsafat
Dari seorang penyanyi yang ku puja
Sebuah lirik dalam bingkai mimpi
Yang oleh hening dibawa pergi
Ke dalam kamar hati seorang bidadari
Yang mungkin sedang dibuai mimpi
Sambil memeluk cinta sejati
Surabaya, Juni 1996
Kisah Nyata, Hasil Renungan, Cerita Lucu, Personifikasi kehidupan, Ontologi Puisi, dan Kalimat Bersayap Penuh Makna Untuk Menumbuhkan Introspeksi Diri dan Berbagi Kepada Sesama
Selamat Datang
SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERBAGI
Rabu, 09 Februari 2011
Lebaran Mencekam
Tapakku tercecer satu-satu
Dalam takut yang mencekam
Keharuan menggumpal
Alirkan butir bening di kelopak mata
Meski namaMu diagungkan
Gemuruh dada goncangkan jiwa
Hari raya semestinya penuh makna
Tapi laras senjata di ujung hidung
Bibirku bergetar… menyebutMu
Tapi tanganku berkeringat memeluk senjata
Hari penuh maaf jadi kegelisahan yang sangat
Tapi hatiku tetap tegar berdiri shalat
Perlahan langit jingga menjadi terang
Waktu dhuha yang paling mencekam
Idul Fitri di tengah perang
Yang tak pernah aku lupakan
Same, Timor Timur, Januari 1996
Dalam takut yang mencekam
Keharuan menggumpal
Alirkan butir bening di kelopak mata
Meski namaMu diagungkan
Gemuruh dada goncangkan jiwa
Hari raya semestinya penuh makna
Tapi laras senjata di ujung hidung
Bibirku bergetar… menyebutMu
Tapi tanganku berkeringat memeluk senjata
Hari penuh maaf jadi kegelisahan yang sangat
Tapi hatiku tetap tegar berdiri shalat
Perlahan langit jingga menjadi terang
Waktu dhuha yang paling mencekam
Idul Fitri di tengah perang
Yang tak pernah aku lupakan
Same, Timor Timur, Januari 1996
Bukan Aku Tak Sayang Ayah…
Kabar itu seperti petir menggelegar di jantungku
Terngiang semua harap dan petuahmu
Lalu ku terjerembab dalam kegalauan
Ayah…
Kenapa kau pergi
Saat medali kebanggaanku siap ku kalungkan
Ayah…
Ku baru membuat rencana
Akan mengajakmu keliling Surabaya
Saat ku mendekat tanah basah di pusaramu
Ada seseorang berbisik
Bahwa engkau pergi dengan senyuman
Ayah…
Ku yakin bekalmu amat banyak
Menghadaplah padaNya dengan kebanggaan
Karena aku juga bangga jadi anakmu
Kini ku hanya bisa menancapkan sebatang kemboja
Agar kami bisa bersimpuh berdoa
Meski hanya jasad yang kami kunjungi
Tapi ku yakin engkau selalu ada di hati
Maafkan aku tak bisa menunggu di saat terakhirmu
Tapi aku bahagia pernah merawatmu dalam sakit
Bukan aku tak sayang padamu
Jika aku seorang yang tak dapat mengantarmu
Ke tempat persemayamanmu
Surabaya, Juni 1997
Terngiang semua harap dan petuahmu
Lalu ku terjerembab dalam kegalauan
Ayah…
Kenapa kau pergi
Saat medali kebanggaanku siap ku kalungkan
Ayah…
Ku baru membuat rencana
Akan mengajakmu keliling Surabaya
Saat ku mendekat tanah basah di pusaramu
Ada seseorang berbisik
Bahwa engkau pergi dengan senyuman
Ayah…
Ku yakin bekalmu amat banyak
Menghadaplah padaNya dengan kebanggaan
Karena aku juga bangga jadi anakmu
Kini ku hanya bisa menancapkan sebatang kemboja
Agar kami bisa bersimpuh berdoa
Meski hanya jasad yang kami kunjungi
Tapi ku yakin engkau selalu ada di hati
Maafkan aku tak bisa menunggu di saat terakhirmu
Tapi aku bahagia pernah merawatmu dalam sakit
Bukan aku tak sayang padamu
Jika aku seorang yang tak dapat mengantarmu
Ke tempat persemayamanmu
Surabaya, Juni 1997
Untukmu Ibu…
Betapa mulianya hatimu
Mengunjungi hatiku dengan doamu
Betapa kasih sayangmu
Menjadi penentram hidupku
Ibu…
Ketabahanmu sekokoh gunung
Setiap problema
Kau anggap ujianNya untuk menjadi sempurna
Meski kini kau jauh
Seakan kau tetap di depan mataku
Memelukku dengan cintamu
Menuntunku seberangi lautan hidup
Ibu…
Hanya maaf belum memberimu bangga
Hanya air mata persembahan ananda
Aku belum jadi apa-apa
Ibu…
Terima kasihku mungkin belum cukup
Tapi hanya itu yang ku punya
Selain semangat hidup karena doamu
Dili, Januari 1996
Mengunjungi hatiku dengan doamu
Betapa kasih sayangmu
Menjadi penentram hidupku
Ibu…
Ketabahanmu sekokoh gunung
Setiap problema
Kau anggap ujianNya untuk menjadi sempurna
Meski kini kau jauh
Seakan kau tetap di depan mataku
Memelukku dengan cintamu
Menuntunku seberangi lautan hidup
Ibu…
Hanya maaf belum memberimu bangga
Hanya air mata persembahan ananda
Aku belum jadi apa-apa
Ibu…
Terima kasihku mungkin belum cukup
Tapi hanya itu yang ku punya
Selain semangat hidup karena doamu
Dili, Januari 1996
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri Populer
-
Ilmu “Bismillah” www.facebook.com Ini kisah nyata, sewaktu masih dibangku SMA, aku rajin ikut lati...
-
Ibrahim bin Adham adalah seorang raja yang sangat besar kekuasaannya. Oleh karena kehidupan yang mewah dan serba cukup tidak membawa ketenan...
-
1. Si Raja Batak (Sebelum Masehi dan Sebelum ada Marga) Merupakan nama kolektif dari para leluhur Batak. Banyak orang yang salah sangka de...
-
Sebuah jam dinding yang baru selesai dibuat. Pembuatnya menggantungkannya di dinding. Jam dinding baru yang masih muda itu melihat ke kiri d...
-
Menyikapi Segalanya dengan Kebaikan Tersebutlah suatu kampung, yang sebagian besar penduduknya selain bercocok tanam, mereka terkenal seb...
-
Membaca judul di atas, mungkin Anda semua mengira bahwa saya adalah orang yang amat sombong, angkuh dan pemuja harta. Untuk sementara, biark...
-
Menapaki perjalanan hidup di tahun 2010, banyak hal aku catat. tawa lepas, senyum getir, tangis mengisak, sampai galau hati yang menyesakkan...
-
1. Serve God, honour the King. Sembah Tuhan, hormati Raja. *English Proverb 2. Humor prevents the hardening of attitudes. Gurauan mence...
-
Kisah 1 Menemukan Kebaikan dalam Kesesatan Saat hari pertama aku memasuki dunia sekolah, aku diantar oleh ibuku. Sesampainya di sekolah,...
-
Seorang Gubernur pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar di hadapan mereka...