Selamat Datang

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERBAGI

Kamis, 10 Maret 2011

Darurat Beragama

Tiga Jamaah Ahmadiyah Indonesia tewas dibunuh dan enam luka parah akibat mempertahankan keyakinan beragamanya. Mereka diserang. Mereka bertahan. Mereka dibunuh. Mereka tewas. Mereka berteriak. Teriakan mereka satu Tuhan dengan takbir para pembunuh. Inilah tragedi baru yang mewarnai negeri ini.

Bhineka Tunggal Ika telah ditahbiskan sebagai dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika kebhinekaan telah gagal ditegakkan, dan pembunuhan terus terjadi, negara macam apa kita ini. Dasar negara ini telah roboh.

Lengkap sudah keterpurukan kita sebagai bangsa, ketika masalah sangat mendasar - fundamental- tak bisa ditegakkan. Kekuasaan macam apa yang sedang dipraktikkan di negeri ini. Pemerintahan macam apa yang sedang dijalankan sehingga berulang kali nyawa warga Ahmadiyah terhunus pedang umat beragama lainnya dan nyawa mereka meregang: tewas bersimbah darah.

Peristiwa penyerangan itu terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Minggu pagi (6/2). Jurubicara Ahmadiyah, Zafrullah Ahmad Pontoh, menyebut ketiga jamaahnya
'' mati syahid karena berjuang mempertahankan agama.''

Peristiwa ini terus terulang dan membuat air mata tangisan Ibu Pertiwi sudah lebih dari kering. Tetapi darah terus mengucur, nyawa beterbangan, kemarahan seperti bara api, yang terus membakar. Sebagai warga negara, kita ingin mengadukan masalah ini kepada kepala negara. Dialah yang bertanggung jawab melindungi keamanan beragama dan melindungi keselamatan rakyatnya.

Tetapi bibir kita sudah kering melaporkannya, kerongkongan kita sudah nyaris putus berteriak minta pertolongan, tetapi nyawa rakyat terus bergelimpangan. Seruan bahkan caci maki tokoh agama agar kejadian ini diatasi dengan sikap tegas juga tak menuai hasil. Toh penyerangan kembali terulang.

Kebenaran agama seolah menjadi malapetaka dan malapetaka tak seharusnya kita imani. Negara juga tak kunjung hadir menyelesaikan masalah. Ke mana lagi kita mencari pertolongan?
Ke mana lagi kita akan beriman jika keimanan menjadi sumber permusuhan.
Inilah darurat beragama ketika agama justru menjadi pedang terhunus yang mematikan kemanusiaan.

Ahmadiyah sudah menyatakan diri beriman kepada Allah dan Rasulullah Muhammad. Kepercayaan dan ikrar yang nyaris sama dengan keimanan para penyerang. Mau apa lagi? Apalagi yang dipersoalkan. Apalagi yang membuat mereka, para pembunuh itu, mengecam, menyerang dan meniadakan.

Kita perlu presiden yang tak cuma sekadar prihatin melihat peristiwa ini. Kita juga tak perlu kepala negara yang rapat dan menginstruksikan pengusutan dan proses hukum. Kita hanya memerlukan presiden yang tegas bersikap bahwa Ahmadiyah adalah manusia seperti kita. Ahmadiyah yang beriman sama dengan keimanan para pembunuh. Jika masih ada yang menyerangnya, presiden yang kita perlukan adalah presiden yang bisa menangkap para pembunuh, menahan seluruh pihak dan dalang intelektualnya ke penjara dan mengumumkan kepada rakyat bahwa negara ini adalah negara hukum. Siapa pun yang tidak tunduk pada hukum, negara akan berhadapan dengan mereka sekarang dan selama-lamanya. Siapa pun yang mengganggu dan membunuh warga Ahmadiyah sama halnya mengganggu dan membunuh presiden dan siapapun yang membunuh presiden akan mendapatkan hukuman yang berat dan tak termaafkan.

Kita perlu presiden yang berdiri tegas, kokoh seperti batu cadas untuk melindungi setiap nyawa warga negaranya. Kita perlu presiden yang bersuara lantang mengultimatum para penyerang dan pembunuh yang datang mengatasnamakan kebenaran untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Jika tidak ada presiden seperti ini sekarang, kita tidak akan tinggal diam. Kita berhak menggantinya dan mendapatkan pengganti yang lebih baik yang bisa memenuhi harapan rakyatnya.

(***)

Tidak ada komentar:

Entri Populer