Selamat Datang

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERBAGI

Rabu, 19 Januari 2011

Seberkas Sinar Dalam Kegelapan

Kisah 1
Menemukan Kebaikan dalam Kesesatan

Saat hari pertama aku memasuki dunia sekolah, aku diantar oleh ibuku. Sesampainya di sekolah, aku mengatakan pada ibu untuk tidak menungguiku dan biarkan aku mencari jalan pulang sendiri.Ibuku mengiyakan permintaanku, dia yakin akan kemandirianku saat itu.
Saat siang menjelang, tibalah waktu untuk pulang sekolah. Ku susuri jalan setapak di pinggiran pemakaman umum yang memang berada di depan sekolah SD Inpres 06 Pancoran Mas Depok (dulu masih berstatus kecamatan belum menjadi kota). Tiba di sebuah jalan percabangan tiga aku berhenti, berpikir mengingat-ingat, jalan mana menuju rumahku. Aku ingat orangtuaku selalu mengatakan kanan adalah simbol kebaikan (saat itu, aku masih menjadi orang kidal yang lebih sering menggunakan tangan kiri sebagai tangan aktif). Akhirnya aku memilih belok kanan dan melanjutkan perjalanan. Semakin jauh ku melangkah, kian terasa asing lingkungan yang ku lihat. Aku mulai berpikir, aku tersesat. Sampai di depan sebuah rumah, ada seorang ibu yang sedang duduk di beranda. Ku masuk ke halaman rumah itu dan bertanya, "Ibu, kemanakah jalan menuju rumah bersalin Bhakti Yudha (sekarang sudah menjadi Rumah Sakit besar di Kota Depok)".
Melihat ku memasuki halaman rumahnya dan bertanya, ibu itu melepaskan baskom yang sedang ia pangku dan menghampiriku. "Kamu mau kemana nak?, sini masuk dulu ke rumah ibu", tanya ibu itu lembut, sambil menuntunku naik ke beranda rumahnya.
"Hari ini, hari pertamaku sekolah dan aku tersesat saat pulang. Tadi aku meminta ibuku untuk pulang lebih dulu dan biarkan aku pulang sendiri, tapi aku lupa jalan berangkat tadi", jawabku polos.
"Rumahmu dimana nak, dan siapa nama orangtuamu", tanya ibu itu lagi.
"Yang aku ingat, rumahku tak jauh dari rumah bersalin Bhakti Yudha, bapakku bernama Huwas dan ibuku Mumun", jawabku sambil memandangi wajah lembut ibu itu.
Mendengar jawabanku, ibu itu tampak sangat terkejut dan seperti sedang memikirkan sesuatu sambil mengamatiku dari kepala sampai kaki. "Nak, apakah ibumu adalah seorang guru mengaji dan pernah tinggal di daerah Menteng (bukan ingin sok ngtrend, aku sama Obama sama-sama pernah tinggal di Menteng saat kecil, hanya bedanya aku di Menteng Rawajelawe, belakang POM Guntur..hehehe)?", tanya ibu.
Sekarang aku yang balik bingung, kok ibu itu tahu keluarga ku. "Iya", jawabku singkat.
Ibu itu menangis, memelukku dan menarik tanganku lantas mendudukkanku. "Ibu ganti baju dulu ya, nanti ibu antar ke rumahmu", ujarnya.
Tak menunggu lama, setelah itu, kami berangkat menuju rumahku. Sepanjang jalan, hatiku dipenuhi tanya, siapa perempuan paruh baya ini. Karena ku perhatikan sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya dia mengusap airmata yang membasahi pipinya tanda dia sedang menangis.
Tiba di rumah, ibu itu bertemu muka dengan ibuku. Dua perempuan paruh baya itu saling menatap, lantas berteriak kecil, berpelukan dan menangis. Aku hanya tertegun dengan pandangan polos anak kecil menyaksikan adegan "aneh" itu. Setelah itu, aku mulai tahu sebuah cerita. Ibu yang mengantarku kembali ke rumah itu adalah sahabat lama ibuku di Menteng. Akibat meledaknya peristiwa berdarah tahun 1965, suaminya yang dianggap terlibat peristiwa "kudeta" itu, membawa keluarganya bersembunyi dan menghilang. Setelah 15 tahun tak pernah mendengar kabar berita, mereka bertemu melalui kejadian dimana aku tersesat menuju pulang ke rumah. Aku mempersatukan sahabat lama yang hilang melalui "kesesatan". (Info : suami ibu itu adalah laki-laki biasa, berpendidikan rendah, tak tahu apa-apa tentang politik dan ideologi, tapi senang pada dunia seni dan budaya Betawi. Sekitar tahun 60-an, dia diajak bergabung ke dalam LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang dianggap berafiliasi dengan PKI. Padahal suami isteri itu berprofesi sebagai guru mengaji (ustad). Apa iya mereka komunis...)

Kisah 2
Tuhan...apakah hari ini Engkau sudah minum kopi..?

Saat aku menempuh kuliah di Surabaya, ada seorang teman yang mengalami guncangan akibat berlarut-larutnya penyelesaian skripsi. Dia sangat ingin segera lulus, tapi bolak balik skripsinya dimentahkan oleh dosen pembimbing.
Pada suatu hari, aku sempat melihat sebuah catatan di bukunya, "Tuhan..apakah hari ini Engkau sudah minum Kopi..?". Tulisan itu menggelitikku dan mendorongku bertanya pada penulisnya, apa maksud dan makna daripadanya. Lantas, bak mubaligh kondang yang sering muncul dilayar TV, temanku berceramah panjang lebar, menjelaskan "ayat suci" keyakinan yang dia pegang saat itu.
"Qin, aku gak minta dilahirkan, tapi Tuhan melahirkan ke dunia ini. Aku gak minta hidup, tapi Tuhan memberikan kesempatan buatku hidup. Eehh, ternyata aku diberi segala kesulitan, kesusahan, kesedihan, dan segala hal buruk terus menimpaku, masih juga aku disuruh menyembahnya. Tuhan memang gak tahu diri, kurang kerjaan, mungkin Tuhan lagi stres...mungkin kalau Dia minum kopi, pikiran agak sedikit rileks dan gak bikin hidup kita susah..."
Mendengar ceramah itu, aku hanya bisa diam, melongok, tersenyum, tapi juga terus berpikir, mungkin suatu kewajaran pola-pola berpikir seperti itu muncul di saat manusia menghadapi sebuah kesulitan hidup yang amat sangat. Aku hanya berdoa, semoga temanku itu bisa menemukan kebenaran hakiki dari sebuah kesesatan berpikir yang ku anggap sangat wajar, karena bila itu hinggap dalam hidupku, mungkin akan juga punya kesempatan. Temanku bukan Nabi Ayub yang sabar, tapi dia seperti Ibrahim, bapak dari semua para Nabi. Yang mencari Tuhan dan akhirnya menemukan kebenaran sejati.
Ya...kebenaran sejati. Temanku yang dulu tampak aneh dengan pemikirannya, kini menjadi orang hebat, luar biasa hebat dan kedekatannya pada Tuhan melebihi orang lain yang tak pernah bermusuhan denganNya (insya Allah hidayahNya sampai juga pada semua teman2ku).
Temanku telah menemukan jalan menuju Tuhan melalui kesesatan yang dialaminya. Hakekat kebenaran yang lama dia cari kini telah diraihnya bersama kesuksesan dan kebahagiaan. Aku iri melihat "penemuannya" itu, aku bangga sampai saat ini pernah bersahabat dan trus bersahabat dengannya, dia menjadi salah satu guruku dan sumber inspirasi untuk berbuat baik dan selalu yakin pada kemampuan diri dan Tuhan yang membimbing hidup ini.

*****

Sahabat..... dua kisah yang ku tulis di atas adalah kisah nyata. Mungkin sahabatku yang ku maksud ikut membaca tulisan ini. Ku yakin dia tersenyum membaca ini.
Kadang dalam terang, kita tidak pernah memperhatikan sebuah cahaya. Tapi dalam gelap, kita tahu, sering kali memaknai seberkas sinar sangat luar biasa. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita selalu siap berjuang mencari hakekat kebenaran. Kesalahan, kekeliruan, kekhilafan, atau dosa-dosa, seberapapun beratnya pernah kita lakukan, bila kita trus mencari makna keberadaan Tuhan, mencari kebenaran, percayalah, jalan hidayah selalu terbentang, pintu tobat selalu terbuka. Tuhan selalu bisa menerima setiap pengakuan dosa, karena Dia Maha Pengasih dan Penyayang

R. Muttaqin

Tidak ada komentar:

Entri Populer