Selamat Datang

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT BERBAGI

Kamis, 10 Maret 2011

Raja yang menjadi tukang kebun

Ibrahim bin Adham adalah seorang raja yang sangat besar kekuasaannya. Oleh karena kehidupan yang mewah dan serba cukup tidak membawa ketenangan kepada jiwanya, baginda akhirnya memilih untuk hidup sebagai rakyat biasa dengan mengambil upah sebagai tukang kebun. Kebun yang dijaga oleh baginda itu ada banyak pokok-pokok delima. Ia menjaga kebun itu dengan patuh dan rajin. Suatu hari datanglah tuan kebun itu dan meminta Ibrahim membawakan sebiji delima yang masak lagi manis kepadanya. Ibrahim pun segera ke pokok-pokok delima untuk mencari buah delima yang paling masak. Saat tuannya merasakan delima tersebut, air mukanya berubah. Kemudian berkata: "Wahai Ibrahim, tolong bawakan kepada aku sebiji delima yang lebih manis."
Sekali lagi Ibrahim pergi mencari buah delima yang lain tanpa mengetahiu mengapa tuannya itu menyuruh dia membawakan sebiji lagi. Setelah buah yang diberikan kepada tuannya itu dimakan, dengan spontan buah itu dibuang oleh tuannya itu. Oleh karena terlalu marah sebab buah yang dimakannya itu masih masam, ia pun berkata dengan suara yang keras: "Wahai Ibrahim! Heran sekali aku melihat engkau. Sudah begini lama engkau menjaga kebunku, tidakkah engkau tahu yang masam dan manis?"
Lalu jawab Ibrahim dengan suara yang lemah dan sopan: "Tuan, bukankah saya ini diamanahkan untuk menjaga kebun supaya senantiasa subur dengan buah-buahan, tetapi tuan tidak memberi izin kepada saya menikmati buahnya."
Betapa terkejutnya tuannya itu, saat mendengar jawaban tersebut. Tidak terduga sama sekali akan besarnya sifat amanah yang ada pada tukang kebunnya itu.

********
Sahabat, seorang pemimpin amat berbeda dengan pejabat. Seorang yang memiliki jiwa pemimpin, dimanapun dan bagaimanapun, dia selalu memegang teguh amanat yang diberikan kepadanya. Seorang pemimpin tak pernah kehilangan sifat baiknya meskipun dia menjadi gelandangan sekalipun. Alangkah indahnya negeri ini, apabila memiliki manusia-manusia yang berjiwa pemimpin, bukan para pemimpi yang berebut posisi untuk menjadi pejabat. Saling sikut, saling cela, bahkan ketika menjabat, amanatpun tak pernah bisa dia jaga.

Rachmat Muttaqin

Gubernur dan Wanita Buruk Rupa

Seorang Gubernur pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar di hadapan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta. Dengan keheranan sang Gubernur bertanya, "Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau?"
Wanita bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya perlukan bukan dinar melainkan bekal akhirat."
"Maksud engkau?" tanya sang Gubernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu.
"Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu sholat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal." Dengan jawaban seperti itu, sang Gubernur merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah ruah, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh turunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya. Akhirnya sang Gubernur jatuh cinta kepada perempuan lusuh yang berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis fikir, bagaimana seorang gubernur bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu. Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gubernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Lantas, Gubernur memerintahkan agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdenting, disangka ada orang gila yang melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan. Gubernur lalu bertanya, "Mengapa kaubanting gelas itu?"
Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik, daripada wibawa Tuan berkurang lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi." Gubernur terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu. Sebab lainnya?" tanya Gubernur.
Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Al-Quran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan." Gubernur kian takjub. Demikian pula para tamunya. "Masih ada sebab lain?" Perempuan itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gubernurnya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya." Maka ketika kemudian Gubernur yang telah ditinggal mati oleh isterinya alias menduda itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira karena Gubernur mendapat jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gubernurnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.

**********
Nah sahabat, kedamaian itu seringkali muncul saat keikhlasan untuk saling menghormati di antara kita begitu kuat. Tak peduli apakah dia orang miskin, buruk rupa, bawahan kita di kantor, atau siapa saja dengan kita yang mungkin lebih tampan, lebih kaya, atasan dan sebagainya, atau malah sebaliknya kita yang berada di bawah. Sesungguhnyalah, hal itu menjadi pelajaran yang berharga.
Selain itu, krisis kepemimpinan di negeri ini, salah satunya adalah tak mampunya orang-orang yang berkuasa untuk berkaca diri. Seorang pemimpin yang amanah sesungguhnya wajib kita ikuti perintahnya. Apa jadinya jika para pemimpin di negeri ini adalah orang-orang yang zolim, khianat terhadap kepercayaan rakyatnya, sehingga kita sebagai masyarakat menjadi durhaka dan melawan pemimpinnya. Mesir, Tunisia, dan beberapa negara di Timur tengah mulai bergolak, akankah itu menular pada kita. Cukup rasanya, revolusi 1945, revolusi 1966, dan revolusi 1998 menjadi pelajaran untuk kita semua.

R. Muttaqin

Darurat Beragama

Tiga Jamaah Ahmadiyah Indonesia tewas dibunuh dan enam luka parah akibat mempertahankan keyakinan beragamanya. Mereka diserang. Mereka bertahan. Mereka dibunuh. Mereka tewas. Mereka berteriak. Teriakan mereka satu Tuhan dengan takbir para pembunuh. Inilah tragedi baru yang mewarnai negeri ini.

Bhineka Tunggal Ika telah ditahbiskan sebagai dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika kebhinekaan telah gagal ditegakkan, dan pembunuhan terus terjadi, negara macam apa kita ini. Dasar negara ini telah roboh.

Lengkap sudah keterpurukan kita sebagai bangsa, ketika masalah sangat mendasar - fundamental- tak bisa ditegakkan. Kekuasaan macam apa yang sedang dipraktikkan di negeri ini. Pemerintahan macam apa yang sedang dijalankan sehingga berulang kali nyawa warga Ahmadiyah terhunus pedang umat beragama lainnya dan nyawa mereka meregang: tewas bersimbah darah.

Peristiwa penyerangan itu terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Minggu pagi (6/2). Jurubicara Ahmadiyah, Zafrullah Ahmad Pontoh, menyebut ketiga jamaahnya
'' mati syahid karena berjuang mempertahankan agama.''

Peristiwa ini terus terulang dan membuat air mata tangisan Ibu Pertiwi sudah lebih dari kering. Tetapi darah terus mengucur, nyawa beterbangan, kemarahan seperti bara api, yang terus membakar. Sebagai warga negara, kita ingin mengadukan masalah ini kepada kepala negara. Dialah yang bertanggung jawab melindungi keamanan beragama dan melindungi keselamatan rakyatnya.

Tetapi bibir kita sudah kering melaporkannya, kerongkongan kita sudah nyaris putus berteriak minta pertolongan, tetapi nyawa rakyat terus bergelimpangan. Seruan bahkan caci maki tokoh agama agar kejadian ini diatasi dengan sikap tegas juga tak menuai hasil. Toh penyerangan kembali terulang.

Kebenaran agama seolah menjadi malapetaka dan malapetaka tak seharusnya kita imani. Negara juga tak kunjung hadir menyelesaikan masalah. Ke mana lagi kita mencari pertolongan?
Ke mana lagi kita akan beriman jika keimanan menjadi sumber permusuhan.
Inilah darurat beragama ketika agama justru menjadi pedang terhunus yang mematikan kemanusiaan.

Ahmadiyah sudah menyatakan diri beriman kepada Allah dan Rasulullah Muhammad. Kepercayaan dan ikrar yang nyaris sama dengan keimanan para penyerang. Mau apa lagi? Apalagi yang dipersoalkan. Apalagi yang membuat mereka, para pembunuh itu, mengecam, menyerang dan meniadakan.

Kita perlu presiden yang tak cuma sekadar prihatin melihat peristiwa ini. Kita juga tak perlu kepala negara yang rapat dan menginstruksikan pengusutan dan proses hukum. Kita hanya memerlukan presiden yang tegas bersikap bahwa Ahmadiyah adalah manusia seperti kita. Ahmadiyah yang beriman sama dengan keimanan para pembunuh. Jika masih ada yang menyerangnya, presiden yang kita perlukan adalah presiden yang bisa menangkap para pembunuh, menahan seluruh pihak dan dalang intelektualnya ke penjara dan mengumumkan kepada rakyat bahwa negara ini adalah negara hukum. Siapa pun yang tidak tunduk pada hukum, negara akan berhadapan dengan mereka sekarang dan selama-lamanya. Siapa pun yang mengganggu dan membunuh warga Ahmadiyah sama halnya mengganggu dan membunuh presiden dan siapapun yang membunuh presiden akan mendapatkan hukuman yang berat dan tak termaafkan.

Kita perlu presiden yang berdiri tegas, kokoh seperti batu cadas untuk melindungi setiap nyawa warga negaranya. Kita perlu presiden yang bersuara lantang mengultimatum para penyerang dan pembunuh yang datang mengatasnamakan kebenaran untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Jika tidak ada presiden seperti ini sekarang, kita tidak akan tinggal diam. Kita berhak menggantinya dan mendapatkan pengganti yang lebih baik yang bisa memenuhi harapan rakyatnya.

(***)

Rabu, 09 Februari 2011

Bingkai Mimpi

Malam yang kian merayap
Menjerat sejuta rindu menuju pagi
Menjungkirkan rasio kemanusiaan
Pada tajamnya angin yang berdesir
Perlahan di pucuk malam yang rindang
Menyihir sepi jadi sebuah pesta
Dalam negeri khayal yang tentram

Senyum itu menebar
Menumbuhkan gelora kasih
Tanpa batas ataupun sebuah tendensi
Saat gejolak jiwa menyapu alam
Membenamkan segala benci dan dendam
Mengubur berita pahit
Dan melemparnya ke lorong waktu

Ku nyanyikan bait-bait penuh filsafat
Dari seorang penyanyi yang ku puja
Sebuah lirik dalam bingkai mimpi
Yang oleh hening dibawa pergi
Ke dalam kamar hati seorang bidadari
Yang mungkin sedang dibuai mimpi
Sambil memeluk cinta sejati

Surabaya, Juni 1996

Lebaran Mencekam

Tapakku tercecer satu-satu
Dalam takut yang mencekam
Keharuan menggumpal
Alirkan butir bening di kelopak mata

Meski namaMu diagungkan
Gemuruh dada goncangkan jiwa
Hari raya semestinya penuh makna
Tapi laras senjata di ujung hidung
Bibirku bergetar… menyebutMu
Tapi tanganku berkeringat memeluk senjata
Hari penuh maaf jadi kegelisahan yang sangat
Tapi hatiku tetap tegar berdiri shalat

Perlahan langit jingga menjadi terang
Waktu dhuha yang paling mencekam
Idul Fitri di tengah perang
Yang tak pernah aku lupakan

Same, Timor Timur, Januari 1996

Bukan Aku Tak Sayang Ayah…

Kabar itu seperti petir menggelegar di jantungku
Terngiang semua harap dan petuahmu
Lalu ku terjerembab dalam kegalauan

Ayah…
Kenapa kau pergi
Saat medali kebanggaanku siap ku kalungkan

Ayah…
Ku baru membuat rencana
Akan mengajakmu keliling Surabaya

Saat ku mendekat tanah basah di pusaramu
Ada seseorang berbisik
Bahwa engkau pergi dengan senyuman

Ayah…
Ku yakin bekalmu amat banyak
Menghadaplah padaNya dengan kebanggaan
Karena aku juga bangga jadi anakmu

Kini ku hanya bisa menancapkan sebatang kemboja
Agar kami bisa bersimpuh berdoa
Meski hanya jasad yang kami kunjungi
Tapi ku yakin engkau selalu ada di hati

Maafkan aku tak bisa menunggu di saat terakhirmu
Tapi aku bahagia pernah merawatmu dalam sakit
Bukan aku tak sayang padamu
Jika aku seorang yang tak dapat mengantarmu
Ke tempat persemayamanmu

Surabaya, Juni 1997

Untukmu Ibu…

Betapa mulianya hatimu
Mengunjungi hatiku dengan doamu
Betapa kasih sayangmu
Menjadi penentram hidupku

Ibu…
Ketabahanmu sekokoh gunung
Setiap problema
Kau anggap ujianNya untuk menjadi sempurna

Meski kini kau jauh
Seakan kau tetap di depan mataku
Memelukku dengan cintamu
Menuntunku seberangi lautan hidup

Ibu…
Hanya maaf belum memberimu bangga
Hanya air mata persembahan ananda
Aku belum jadi apa-apa

Ibu…
Terima kasihku mungkin belum cukup
Tapi hanya itu yang ku punya
Selain semangat hidup karena doamu

Dili, Januari 1996

Jumat, 28 Januari 2011

Cerita Muttaqin: Belajar Berempati dan Berbagi

Cerita Muttaqin: Belajar Berempati dan Berbagi: "Menapaki perjalanan hidup di tahun 2010, banyak hal aku catat. tawa lepas, senyum getir, tangis mengisak, sampai galau hati yang menyesakkan..."

Kamis, 27 Januari 2011

Bulan Milik Bumi Sedang Bintang hanya Penghias

BINTANG..
Aku adalah bintang…
Aku tak pernah bisa dikenal sebagai seseorang yang menakjubkan. Aku makhluk biasa yang tak punya pengaruh apa-apa jika sendirian. Karena jutaan bintang sepertiku tersebar di antero langit. Sinarku pun tak mampu terangi bumi, tidak seperti Matahari milik tata surya. Namun begitu, aku selalu menemani rembulan di malamnya bumi, beriring sepanjang malam, setiap malam, sepanjang waktu hingga semua urusan berakhir. Sinarku tak berarti apa-apa, ku lakukan tugasku hanya untuk mempercantik langit di gulitanya malam, sebagai sahabat setia rembulan. Tapi aku bangga di samping rembulan yang cantik, wajahku jadi ikut terlihat menarik karena aura cahayanya. Bulan selalu sendiri, mandiri, tegas dan tetap lembut tak menyilaukan. Tapi aku bangga selalu menemaninya sepanjang waktu.
Aku menyayanginya, membantu beri sinarku meski mungkin tak berarti buatnya. Aku pernah mencoba mendekatinya, tapi kegalauan dan kegetiran yang timbul. Andai ku dekat dengannya, bisa jadi aku akan membakarnya, menghancurkan tubuhnya, merusak kecantikannya, karena sejatinya, bagaimanapun aku adalah bintang, yang memiliki hawa panas jutaan kali dari mataharinya tata surya. Meski ku tampak dekat, ternyata aku ditakdirkan hanya boleh menemani bulan sepanjang usia dari jarak yang amat jauh, berjuta mil bahkan jarak dengan tahun cahaya seperti ilmuwan bumi yang genius bernama Einstein.
Ya, aku adalah bintang yang selalu setia mendampingi bulan dari jauh…teramat jauh. Namun begitu, hati kami selalu dekat, sedekat mata memandang, tidak sampai lebih dari sehasta tulang lengan. Bulan memang ditakdirkan hidup bergandengan dengan bumi, menemani bumi dan melayaninya tiap malam, sedang diriku hanya untuk menambah cantik hidupnya yang memang sudah teramat cantik. Aku ikhlas ditakdirkan sebagai bintang..

BULAN..
Aku adalah bulan…
Aku selalu bisa dikenali, karena kecantikanku. Meski ku sendiri, ku tak pernah kesepian. Sepanjang hidupku, ada bintang yang setia menemaniku. Meski sinar bintang setia itu tak mampu membantu menyinariku, dia adalah kekasih yang tiada bandingnya.
Aku bahagia dia hadir dalam hidupku, tapi ku tak pernah bisa mengharapkan hadirnya dekat denganku. Dia selalu terasa jauh dari pandangan mataku. Bahkan setelah kusadari, dia memang tak pantas bersanding dekat denganku. Biarlah ku nikmati sinarnya sepanjang hidupku dari kejauhan, karena dengan begitu, dia akan terasa selalu dekat denganku, tanpa harus menyakitiku, membentakku, merusak kecantikanku, dan melumatkan tubuhku.
Dalam takdirku, aku harus hidup berdampingan dengan bumi. Sosok sederhana yang harus ku layani sepanjang hidupku. Bagian dari kebanggaan dan kewajibanku atas pilihan hidup yang ku buat. Bumi selalu setia merangkulku sepanjang waktu, tidak hanya saat malam hari. Tidak seperti bintang yang kadang tidak bisa hadir di siang hari, padahal aku amat butuh hadirnya. Bumi selalu bisa memelukku, menghangatkanku.. Namun begitu, ku takkan pernah bisa melupakan bintang, karena di waktu-waktu tertentu, dia tiba-tiba datang dan menghangatkan hidupku tanpa menyentuhku, tapi dia selalu bisa menggetarkan hati dan jiwaku..

BUMI..
Aku adalah bumi…
Meski ku tak bersinar seperti makhluk angkasa lain, tapi aku memiliki segala sumber kehidupan yang dibutuhkan. Aku menggenggam air, udara dan segalanya. Dan hebatnya, si cantik rembulan selalu setia melayaniku sepanjang waktu, sepanjang hidupku. Bulan selalu mampu memanjakanku dengan cahayanya yang sering pula menimbulkan rangsangan gravitasi di tubuhku. Kecantikannya, kesetiaannya takkan pernah berubah. Oleh karenanya, aku sangat percaya pada janji setianya.
Ku tahu, kadang bulan lebih pantas beriringan dengan Bintang, tapi takdir takkan bisa diubah. Bulan harus selalu dekatku, bersamaku, dan melayaniku. Biarlah dia simpan rasa sayangnya untuk bintang, tapi ku yakin mereka takkan pernah bisa bersama secara dekat. Justru aku semakin senang, bintang kian menambah cantik hidupku, karena dia selalu menjaga bulanku tanpa pernah merusak kecantikannya.

R. Muttaqin

Dendam Positif

Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun 40-an.

Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokan yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak didepannya dan segera mengisi air dingin ke dalam gelas.

Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan: "Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur!"

Suara itu berasal dari mulut seorangi nsinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut. Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus.

Ia tahu ia hanya anak miskin lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia lulusan lembaga Tahfidz Quran, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajeman Amerika.

Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya: Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untuk ku?
Apakah karena aku pekerja rendahan, sedangkan mereka insinyur ?

Apakah kalau aku jadi insinyur aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka? Pertanyaan ini selalu tengiang-ngiang dalam dirinya. Kejadian ini akhirnya menjadi momentum baginya untuk membangkitkan"DENDAM POSITIF".

Akhirnya muncul komitmen dalam dirinya. Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan sekolah malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya.

Tidak jarang olok-olok dari teman pun diterimanya. Buah kerja kerasnya menggapai hasil. Ia akhirnya bisa lulus SMA.

Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu.

Ia dikirim ke Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi. Pemuda ini lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang
kenegerinya dan bekerja sebagai insinyur.

Kini ia sudah menaklukkan dendamnya, kembali sebagai insinyur dan bisa minum air yang dulu dilarang baginya. Apakah sampai di situ saja.

Tidak, karirnya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan mengejar ketinggalan, dalam pekerjaan pun karirnya menyusul yang lain.

Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, sebuah jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu.

Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya.

Suatu hari insinyur bule ini datang menghadap karena ingin minta izin libur dan berkata; "Aku ingin mengajukan izin liburan. Aku berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Aku berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan perilakuku di masa lalu"

Apa jawab sang wakil direktur mantan pekerja rendahan ini: "Aku ingin berterimakasih padamu dari lubuk hatiku paling dalam karena kau melarang aku minum saat itu. Ya dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamu lah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini."

Kini dendam positif lainnya sudah tertaklukkan. Lalu apakah ceritanya sampaidi sini?

Tidak. Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab.

Tahukan Anda apa perusahaan yang dipimpinnya? Perusahaan itu adalah Aramco (Arabian American Oil Company)perusahaan minyak terbesar di dunia.

Ditangannya perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab Saudi semakin dominan. Kini perusahaaan ini menghasilakn 3.4 juta barrels (540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia dengan total cadangan 264 miliar barrels (4.20×1010 m3) minyak dan 253 triliun cadangan gas.

Atas prestasinya Ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap dunia.

Tahukah kisah siapa ini? Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995 sampai saat ini (2011) menjabat Menteri Perminyakan dan Mineral Arab Saudi.

Terbayangkah, hanya dengan mengembangkan hinaan menjadi dendam positif, isu air segelas di masa lalu membentuknya menjadi salah seorang penguasa minyak yang paling berpengaruh di seluruh dunia.

Itulah kekuatan"DENDAM POSITIF"

Kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain berperilaku terhadap kita. Kita tidak pernah tahu bagaimana keadaan akan menimpa kita.

Tapi kita sepenuhnya punya kendali bagaimana menyikapinya.

Apakah ingin hancur karenanya? Atau bangkit dengan semangat "Dendam Positif."

(dari buku Dendam Positif karya Isa Alamsyah dan Asma Nadia).

Selasa, 25 Januari 2011

Belajar Berempati dan Berbagi

Menapaki perjalanan hidup di tahun 2010, banyak hal aku catat. tawa lepas, senyum getir, tangis mengisak, sampai galau hati yang menyesakkan. Warna-warni suasana hati menjadi lukisan yang terus menempel di dinding pikiran ini. Banyak hal yang aku dapat di tahun ini salah satunya adalah belajar berempati dan berbagi

Pertama, pelajaran tentang berempati.

Bangsa ini hampir setiap tahun sejak runtuhnya jati diri sebagai sebuah bangsa selalu mengalami musibah yang cukup bahkan sangat besar. Nyawa anak bangsa tercerabut dengan mengenaskan. Terseret tsunami, tertimpa longsoran, tertimbun lahar panas, kekeringan, kelaparan, kerusuhan, kebakaran, banjir, dan sebagainya. Banyak yang terpanggil, bahkan sangat banyak yang peduli, tapi empati yang keluar belum mampu menunjukkan hakekat sejati bahwa kita bersaudara dalam sebuah kumpulan bangsa-bangsa.

Ada menteri yang berteriak tak peduli, saat kebijakkannya ditentang orang banyak. Beberapa tahun lalu, menteri perdagangan sempat sewot sewaktu hendak menaikkan harga susu dan beras. Pernah terucap di media massa, menteri perdagangan perempuan berwajah oriental ini mengatakan "Lha wong harga susu cuma naik 15%, ndak banyak. Kalau dari harga 20 ribu kan cuma naik 3 ribu" ...hahaha...cuma 3 ribu...buat bu mentri memang gak banyak, 1 juta pun masih kecil, tapi buat rakyat miskin 3 ribu itu bisa membeli 6-7 butir telur yang bisa buat lauk 2 hari.

Ok, kembali ke tahun 2010, banjir Wasior di Papua, Tsunami di Mentawai, dan Letusan Merapi di Jogja adalah 3 bencana besar yang mewarnai negeri ini dengan tangis dan kesedihan. Lagi-lagi kita selalu salah berempati. Ramai-ramai kita menyumbang apa yang kita miliki, ikhlas memang, meski ada beberapa yang narsis muncul di layar televisi, tapi apapun, kita lupa satu hal, korban bencana tidak hanya butuh bantuan materi, tapi kecekatan dan kecepatan kita melakukan penanggulangan saat bencana datang mungkin menjadi hal yang paling dibutuhkan. Kita selalu terbentur hal2 prosedural, menunggu instruksi, menunggu ini dan itu, padahal korban bencana butuh kesegeraan. Empati menjadi kata yang selalu salah diartikan, empati amat berbeda dengan bersimpati. Seperti betapa ngototnya Mendagri meloloskan RUU keistimewaan Jogja, padahal dia tak pernah mendalami bagaimana nuansa hati dan kejiwaan orang2 jogja. Ditambah, bahwa Jogja masih dalam suasana duka. Teringat sebuah tulisan yang pernah dimuat di Harian Republika tahun 2005. (Adalah Abubakar, seorang siswa SD, anak konglomerat yang entah keturunan ke berapa, karena dari buyutnya memang sudah menjadi saudagar kaya raya. Dia selalu diantar jemput bila ke sekolah dengan mobil mewah yang dikemudikan sopir khusus buat dirinya. Pada suatu hari, guru bahasa di kelasnya yang berasal dari kelas menengah, meminta semua murid di kelas membuat sebuah cerita (pelajaran mengarang) tentang kehidupan orang miskin). Dengan penuh semangat dan hati yang tulus, Abubakar memulai ceritanya "Pak Hanif adalah orang miskin, rumahnya hanya dua lantai, kolam renang di rumah Pak Hanif hanya sebulan sekali dibersihkan oleh tukang kebunnya yang sederhana, kesederhanaannya tampak dari handphone yang dia miliki. Pembantu di rumah Pak Hanifpun cuma 2 orang. Handphone para pembantunyapun model lama yang hanya berfitur biasa tanpa 3G. Anak-anak Pak Hanif hanya bisa liburan ke Bali bila masa libur panjang tiba. Kasihan mereka, karena begitu miskinnya, mobil yang mereka miliki hanya digunakan oleh Pak Hanif untuk berangkat kerja, sedang anak2 mereka hanya menggunakan sepeda motor saat berangkat kerja. Aku pingin membantu keluarga miskin itu, tapi Papiku selalu melarangku keluar rumah../ceritanya sudah saya singkat dan edit)

Kawan, begitulah gambaran kesalahan kita berempati, kita merasa tahu betul apa yang dibutuhkan oleh saudara2 kita yang miskin, padahal tidak. Kita yang terbiasa hidup dalam dunia glamour tiba-tiba harus merasa terharu dan berbelasungkawa. Begitulah konsep BLT yang pernah dilakukan pemerintahan SBY, bagi pemerintah, rakyat dicekoki uang recehan akan senang dan diam, ternyata, efeknya luar biasa buruk, banyak yang pingsan, tersiksa dengan antrian, belum lagi disunat sana sini.

Saya ingin bercerita panjang, tapi untungnya, sudah tersedia di hadapan saya sebuah lagu karya Ebiet G Ade, seorang bintang yang menjadi salah satu inspirasi saya dalam berkarya, Judulnya "Berjalan Diam-diam" begini syairnya....

berjalan diam2 ternyata banyak makna, setiap sudut dapat aku lihat
semua yang tersembunyi serta merta kubuka, kotor berdebu, kumuh dan kusam
seperti apa adanya...

Angin menampar-nampar, membuatku terperangah
aku terhenti di kaki bukit
Ranting kering kerontang, patah berderak-derak
Sejuta anak sakit dan lapar..
Menari-nari di mataku, bernyanyi-nyanyi di jiwaku..

Gemuruh tanah runtuh menimpa kepala, seiring jerit ngilu menyayat..
Gemuruh gumam doa, gerimis air mata, simpati hanya lewat jendela

Terlampau jauh untuk diraih..
Bunga-bunga karang, merenda buih air, pecahkan gelombang
Mereka terus merangkak, menggapai batang angin, kita tak melihat...
Mari kita bersama-sama berkaca..lihat luka bernanah di wajah kita..
Berjalan diam-diam ternyata lebih bermakna..semuanya.. berbicara.. sejujurnya..


Sahabat...maukah kita...beranikah kita....untuk menegakkan dada, memukul tambur dan berjanji dalam hati...bahwa menapaki tahun baru 2011, kita sama-sama canangkan sebagai tahun "BERBAGI UNTUK SESAMA DENGAN EMPATI YANG SEBENARNYA". Kita tidak berharap apalagi berdoa bahwa di tahun 2011 dan seterusnya bencana akan menimpa kita, tapi kita tak pernah tahu, skenario Tuhan buat hidup kita dan bangsa ini. Yang kita butuhkan adalah kesiapan kita untuk sewaktu-waktu siap dan ikhlas menerima kenyataan bahwa musibah akan melanda kita. Tak cukup dengan air mata, tapi kita butuh kebersamaan dengan saling menghargai dan berbagi. Selanjutnya sebagai kata akhir, saya hanya ingin mengucapkan dari lubuk hati terdalam SELAMAT TAHUN BARU 2011, semoga berkah Tuhan menyelimuti hidup kita selamanya.


R. Muttaqin

Surat Terbuka Dari Langit

Mungkin inilah jalan terbaik
Bagi kita dan semua orang-orang yang kita cintai
Mungkin inilah jalan yang paling benar
Untuk membuktikan kesucian cinta

Aku yang naïf…
Yang berdiri di atas kesombongan
Tak mampu melihat kenyataan
Bahwa cinta bukan untuk dipertontonkan
Bahwa cinta bukan untuk dibuktikan
Bahwa cinta bukan untuk dibanggakan

Cinta adalah bahasa hati
Yang harus dinikmati dan disyukuri
Yang harus diberikan dengan keikhlasan
Yang harus dicerna tanpa emosi

Keabadian cinta tak berujud kata-kata
Keabadian cinta tidak berbatas waktu, keadaan, ataupun suasana
Karena cinta itulah keabadian

Cinta tak mengenal kata kecewa
Cinta tak mengenal kata cemburu
Karena cinta adalah kemandirian

Aku yang naïf…
Yang bersandar pada kebohongan
Tak mampu membuka tabir kebenaran
Tentang rasa sayang yang tulus
Tentang rasa sayang yang murni
Tentang rasa sayang yang ikhlas
Kasih sayang adalah jiwa
Bagi kehidupan yang imani
Bagi penghormatan yang suci
Bagi pengabdian yang sejati

Aku yang naïf…
Yang terbaring dalam sepi
Kini hanya bisa berfikir dan merenung
Bahwa cinta sejati merupakan budi
Bahwa cinta sejati tak perlu dicari
Bahwa cinta sejati tak perlu ditangisi

Karena ia selalu tumbuh di dalam hati
Karena ia selalu hadir di dalam mimpi
Karena ia selalu ada bersama aliran darah yang
menerobos di setiap dinding nadi
Dan kini baru ku mengerti
Engkaulah cinta sejati itu
Yang menggetarkan jiwa setiap waktu


R. Muttaqin

Sabtu, 22 Januari 2011

Bertanyalah

Jangan pernah engkau merasa kaya
Karena, jika engkau tahu ada yang lebih kaya darimu
Maka engkau akan selalu tersiksa dengan iri hatimu
Yang terbaik merasalah sebagai orang miskin
Karena, jika engkau tahu ada yang lebih miskin darimu
Maka rasa syukurmu akan menjadi obat kegalauanmu

Jangan pernah engkau terbelenggu oleh kemiskinan
Karena sepanjang hidupmu, engkau hanya bisa meratap dan putus asa
Jadilah orang kaya
Dengan begitu, kebodohan dan kepasrahan akan mampu selalu engkau perangi

Hidup adalah pilihan
Kemiskinan dan kekayaan bukanlah takdir
Diri kitalah yang mampu menciptakannya
Namun bila perjuangan keras kita tak sanggup menciptakan kekayaan
Percayalah, Tuhan tidak sedang menghukum kita

Amatlah mudah jalan menuju kaya
Tapi jalan kemiskinan jauh lebih mudah
Banyak orang tak siap menjadi miskin
Tapi lebih banyak orang tak siap menjadi kaya
Bahkan banyak orang telah salah sebelum menjadi kaya
Menipu, merampok, mencuri, bahkan membunuh
Agar mereka bisa mendapatkan kekayaan

Kekayaan bukanlah anugerah Tuhan
Banyak para pendosa hidup bergelimang harta
Berfoya-foya dengan kesenangan luar biasa
Itu semua karena mereka mampu menghasilkan harta kekayaannya
Tapi ingatlah satu hal, yang Tuhan berikan bukanlah materi kekayaan
Tapi berkah dan nikmat atas penggunaan kekayaan itu

Bertanyalah pada nurani
Apakah kita bersyukur saat kita menjadi kaya dan juga saat menjadi miskin
Bertanyalah pada nurani
Apakah kita tetap tabah saat kita menjadi miskin dan juga saat menjadi kaya
Bertanyalah pada nurani
Seberapa banyak manfaat diri kita bagi orang lain
Bukan seberapa banyak orang lain yang kita manfaatkan

Bertanyalah …
Dimana Tuhan berada saat kita miskin dan juga saat kita kaya

Bertanyalah …
Dimana Kita berada saat Tuhan memanggil untuk kita gauli

Tuhan ingin kita selalu mendekapNya, mendekatiNya, memujaNya
Baik ketika kita bergelimang harta, maupun ketika kita terjerembab dalam sengsara
Tuhan bukanlah bunyi-bunyian fonetik yang keluar dari mulut saat kita berzikir
Tuhan tidak bersembunyi dalam sorban para kiai, jubah pendeta dan para bhiksu
Tuhan ada dalam hati dan akal kita
Tuhan ada dalam desah nafas kita
Tuhan selalu ada …
Entah di dalam dada si miskin atau si kaya
Entah di dalam dada kiai, bhiksu, pendeta atau bromocorah di gerbang terminal angkutan kota
Hanya tinggal kita yang merasa
Hanya tinggal kita yang mendengar
Hanya tinggal kita yang tahu
Justru sebaliknya kita bertanya…
Adakah kita dekat denganNya




Rachmat Muttaqin

Menanam Keyakinan, Menuai Bahagia

Masih terngiang dalam ingatan, saat menjelang ujian kelulusan sekolah dasar 22 tahun lalu. Guru kelas saya, Pak Sampirin Panjaitan memanggil saya ke depan. Saat itu, saya diperintahkannya menulis di papan tulis kata “TIDAK BISA” seluas papan. Lalu saya diperintahkannya untuk membaca keras-keras tulisan yang saya buat. Dengan polosnya saya berteriak, “tidak bisa”. Pak guru dengan santainya meminta saya membaca kembali dan berulang-ulang saya berteriak’tidak bisa…”. Lalu ia meminta teman-teman sekelas untuk membaca tulisan di papan tulis itu. Dengan suara koor, mereka juga berteriak “tidak bisa”.

Pak Sampirin tersenyum seraya berkata “coba engkau hapus kata ‘tidak’ nya”. Dengan cekatan dan sigapnya saya segera menghapus kata “tidak” di papan yang saya tulis tadi. Lalu guru bijak itu meminta saya membaca tulisan yang tersisa. “bisa”, teriak saya lantang. Setelah itu, saya disuruhnya kembali duduk di bangku.

“Anak-anakku”, begitu pak guru membuka pembicaraannya. “Tak lama lagi kalian akan beranjak ke tingkat pendidikan SMP, kalian akan menempuh hidup baru sebagai siswa sekolah menengah dan terus akan menapaki jenjang pendidikan lebih tinggi sampai kalian dewasa nanti. Satu hal saya berpesan kepada kalian semua. Jangan pernah menanam pesimisme dalam hati kalian, selalulah yakin akan kemampuan kalian, mencoba adalah permulaan suatu usaha dan usaha adalah suatu percobaan yang terus menerus. Bila keraguan menyelimuti hati, maka selamanya kalian hidup dalam keterpurukan. Kegagalan merupakan suatu resiko yang tak perlu ditakuti, tapi sebuah kenyataan yang harus selalu diperhitungkan. Jadi, hanya itu bekal yang bisa bapak berikan, semoga kalian menjadi manusia yang berguna bagi banyak orang”.

Pengalaman masa kecil saya di atas, merupakan suatu renungan yang pantas kita ambil hikmahnya. Betapa bila kita menanam keyakinan, suatu saat nanti akan kita petik hasil yang membahagiakan, yakni kesuksesan. Terima kasih pak guru, bekal yang engkau berikan tak habis dimakan waktu.


Rachmat Muttaqin

Jumat, 21 Januari 2011

Negeri Pembohong

Ku duduk di bibir zaman yang sariawan
Segala celoteh dan tuturan kian beraroma busuk
Hingga mual memusingkan....

Aku coba bersembunyi di balik ketiak hukum
Mualku hilang karena kumuntahkan...
Lantas peningpun merajalela

Aku berpegangan pada bahu angin
Semakin erat ku genggam
Kian gontai langkah ini

Aku salah mengambil tempat dan waktu
Atau Tuhan keliru mengirimku
Kenapa Aku harus hidup di negeri para pembohong
Yang semua tubuhnya bau menyesakkan
Negeri seribu alasan tanpa peradaban
Negeri seribu sesal dengan kebodohan
Negeri para tukang tilep dan pencopet beristana
Negeri dengan falsafah bohongisme dan dustanologi
Negeri para pemerkosa berseragam perwira
Negeri jahanam di luar neraka

Tuhan....
Tuntun aku ke punggung langit..
Agar bisa ku peluk cakrawala kebenaran
Agar hangat hati dan jiwa ini
Biarkan ku bersandar di lenganMu
Menggayut harapan di ujung ketiakMu
Mengumpulkan tenaga tersisa yang kubawa
Agar bisa tanganku menggores cerita
Cerita tentang negeri pembohong
Cerita tentang negeri bedebah
Cerita tentang negeri sarang serigala...

Jakarta, Januari 2011


R. Muttaqin

Setiamu Dalam Aliran Derita

Melintang kisah dalam tahta erotisme sang ibu yang sombong
Menantang pemimpi dari segala penjuru untuk melampiaskan birahi
Menyelusup beringas dalam selangkangan yang tercium wangi
Lalu tersesat dalam gulita realitas yang ganjil mengalir
Mengantar segala kotor dan dosa, lalu bercampur kalimat-kalimat suci
Mendemonstrasikan ritual-ritual materialistis yang terpinggirkan
Dan tetap sombong bergerak tanpa pernah memiliki ekspresi

Segala nyawa bergantung di dadanya
Payudaranya kendur karena terus dihisap kebimbangan
Tapi dia tetap bergeming, lagi-lagi tanpa ekspresi
Wajahnya kian rusak oleh tangan-tangan kejam tak berhati
Bahunyapun membungkuk oleh paksaan keterasingan
Dan dia tetap setia melayani

Tercenung dalam lamunan untuk menyingkap masa lalu
Terbersit kenangan manis sebagai saksi sejarah negeri
Dia turut menemani orang-orang suci
Yang bertempur untuk meraih harapan agar lekas merdeka
Namun hanya bangkai dan bau darah yang membayang dalam benaknya

Kini dia terus diperkosa tanpa pernah bisa melawan
Wajahnya tetap dingin dan dia mencoba terus setia
Kesombongan sang ibu kian membuatnya merana
Tapi dia tetap bergeming, lagi-lagi tanpa ekspresi
Dia tetap setia mengalirkan segala harapan dan melayani semua nafsu
Dia tak pernah marah apalagi mendendam

Di antara kesombongan dan kegalauan para pemimpi
Dia tetap bergerak dalam keganjilan yang lumrah
Wajah dan tubuhnya kian renta, tergerus gulungan waktu yang tak pernah mau menunggu
Tapi kisahnya tak pernah kering terucap
Di bibir para pemerkosanya atau siapapun yang pernah digandengnya
Dia tetap bergerak, lagi-lagi tanpa ekspresi

Kali Malang, Jakarta Agustus 2006

R. Muttaqin

Note :
Puisi ini mengisahkan tentang Kali Malang yang membentang membelah Kota Jakarta. Mengalir ke arah yang agak aneh, harusnya dari selatan ke utara, tapi ini dari barat ke timur. Siang hari jadi sumber kehidupan perantau yang termarginalkan oleh deru kapitalisme ibukota, yang tinggal di sepanjang bantarannya dari Jakarta hingga ke daerah Bekasi. Sedang pada malam hari, di beberapa sudut alirannya menjadi pusat prostitusi yang hingar bingar dengan segala pernik kehidupan malam. (Ibu yang erotis adalah gambaran Kota Jakarta yang menggiurkan untuk didatangi, sedang para pemimpi adalah kaum urban yang datang hanya sekadar mengadu nasib, lalu banyak menemui kegagalan. Dalam catatan sejarah, beberapa kali pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan sering terjadi di sekitar Kali Malang ini. Apalagi di daerah Bekasi sampai Karawang)

Mr. Genius dan Seniman Nyentrik

Bayangkanlah seseorang menghadiahi Anda, sebuah komputer yang sederhana tapi
amat powerful. Super komputer itu punya kemampuan untuk menjawab setiap pertanyaan yang Anda ajukan, dan sekaligus mampu memberi solusi untuk setiap permasalahan yang Anda hadapi.
Apa yang perlu Anda lakukan, hanyalah memprogram dengan benar setiap pertanyaan dan masalah Anda ke komputer itu. Kemudian, di saat yang tepat, komputer itu akan memberikan jawaban dan solusi yang akurat buat Anda. Enak ya?

Wow...woww.. . stop! Berhentilah membayangkan. Karena faktanya, Anda sudah punya komputer semacam itu. Di-install tepat di antara kedua telinga Anda. Ya, komputer Anda lebih canggih dari komputer manapun buatan manusia.

Apa yang membedakan antara orang yang berbahagia dan tidak berbahagia dengan segala hasil yang diperolehnya, adalah tingkat utilisasi alias pemanfaatan dari komputer yang ada di kepalanya. Seberapa jauhkah komputernya digunakan? Seberapa akurat, efektif, dan efisienkah mereka menggunakan komputernya?

Kemampuan menggunakan komputer yang di-install Tuhanlah, yang bisa membuat kita lebih maju, lebih baik, dan lebih berhasil. Berita bagusnya, ternyata tidak terlalu sulit untuk menerapkan user manual dari komputer super canggih kita, seperti yang berikut ini. Jika kita berhasil, maka segala hasil akan menjadi lebih berhasil.

*INSINYUR GENIUS DAN SENIMAN NYENTRIK*

Untuk memulai re-programming komputer Anda, pahamilah terlebih dahulu bahwa komputer alias otak Anda memiliki dua wilayah. Biasanya, wilayah ini dikenal dengan bagian kiri dan bagian kanan otak.

Pada intinya, diri Anda akan merasakan hal-hal yang baik dan positif, jika kedua wilayah ini mau bekerja sama dan saling mengimbangi. Menurut penelitian, kedua wilayah ini punya fungsi yang spesifik.

Otak bagian kiri Anda, cenderung bertanggung jawab untuk berbagai fungsi yang sifatnya linear, berurutan, teratur, dan terorganisir. Hobinya mengurutkan, menghitung, menganalisis, mengelompokkan, dan sebagainya. Ia berurusan dengan segala sesuatu yang verbal, matematis, dan ilmiah.
Itulah insinyur dari diri Anda. Titelnya, dijamin PhD pada setiap Anda. Perilakunya sangat berhati-hati. Penampilannya chic dan elegan. Cara kerjanya, adalah memproses berbagai fakta selangkah demi selangkah.

Di sisi kanan otak Anda, ada seorang seniman. Kelakuannya berbeda banget dari insinyur Anda yang nge-kost di sebelah kiri. Ia punya karakter yang lebih holistik, dan tindak-tanduknya cenderung spontan. Namanya juga seniman.

Caranya memandang segala sesuatu, adalah dengan melihat gambaran besarnya. Bukan detil seperti si insinyur. Apa yang dilihatnya, adalah segala sesuatu yang ada di belakang layar fakta, yaitu ide dan situasi.

Sebagai seniman, ia sangat kreatif, suka musik, dan punya kemampuan artistik. Dialah yang sering mengajak Anda untuk menari, bernyanyi, atau tertawa. Dia juga, yang punya cara intuitif dalam berpikir, merasakan, menyelesaikan masalah, dan mengambil keputusan.

Mari kita buktikan sesuatu. Lakukanlah ini sebelum Anda meneruskan membaca. Mari kita buktikan betapa powerfulnya pemahaman yang amat sederhana tentang kiri-kanan ini.

Pikirkanlah sebuah subyek, yang bisa membuat Anda stress saat ini. Soal keuangan, soal situasi kerja, soal target, soal sekolah anak Anda, soal kebiasaan buruk, soal jodoh mungkin. Apa saja yang bisa membuat Anda stress sekarang juga.

Sudah? Sekarang rasakan stressnya. Dan ketahuilah, bahwa yang stress adalah otak kiri Anda. Kini sedang terjadi ketidakseimbangan di otak Anda. Dan itu, bisa membuat komputer Anda hang.

Mari kita lakukan balancing. Sekarang Anda aktifkan otak kanan Anda, dengan mencari apapun yang menyenangkan, meringankan, atau bisa menunjukkan betapa di sela segala persoalan Anda, masih ada cukup banyak hal-hal positif dan baik yang bisa Anda rasakan. Lihatlah betapa beruntungnya Anda. Lihatlah orang lain yang kurang beruntung. See the good things! Yang dulu, yang sekarang, dan yang mungkin akan datang. Temukanlah berbagai hikmah.

Tidak ada? Masya Allah, pasti ada!

Sudah? Bagus. Apa yang Anda rasakan detik ini adalah kondisi otak Anda yang sudah kembali balanced. Kemungkinan hang sudah mengecil. Bahkan, Anda mungkin sedang tersenyum sekarang.

Sangat powerful bukan?
Mulai sekarang, biasakanlah ini. Saat Anda stress atau manyun, katakanlah pada diri Anda:
*"Ola...la.. .. otak kiri Saya sedang ngadat. Sisi kiri otak Saya sedang pusing tujuh keliling." *
Lalu, lakukanlah balancing dengan mengaktifkan sisi kanan otak Anda.
"Tapi... otak kanan saya melihat, merasakan, mendengarkan banyak hal yang positif dan menyenangkan, misalnya..." *

Doa seorang anak

Seorang bocah, sebut saja Rio, sangat ingin melanjutkan sekolah, tetapi orang tuanya tidak mempunyai uang untuk membiayai sekolahnya. Ditambah lagi, ibunya yang sedang sakit membutuhkan biaya untuk membeli obat. Dengan kepolosan seorang anak, akhirnya Rio memutuskan untuk menulis surat kepada Tuhan :


Kepada Yth

Tuhan

di Surga


Tuhan yang baik, saya mau melanjutkan sekolah, tapi orang tua saya tidak punya uang. Ibu saya juga sedang sakit, mau beli obat.

Tuhan saya butuh uang Rp 20.000 utk beli obat ibu,

Rp 20.000 untuk membayar uang sekolah,

Rp 10.000 untuk membayar uang seragam,

dan uang buku Rp 10.000.

Jadi semuanya Rp 60.000

Terima kasih Tuhan, saya tunggu kiriman uangnya.


Dari : Rio

*****

Rio pun pergi ke kantor pos untuk mengirim suratnya.
Membaca tujuan surat tersebut, petugas kantor pos merasa iba melihat Rio, sehingga tidak tega mengembalikan suratnya.
Bingung mau di kemanakan surat itu, akhirnya petugas pos itu menyerahkannya ke kantor polisi terdekat.
Membaca isi surat itu, Komandan polisi merasa iba dan tergerak hatinya untuk menceritakan hal tersebut kepada anak buahnya. Walhasil, para polisi pun mengumpulkan dana untuk di berikan ke Rio, tetapi dana yang terkumpul hanya Rp 55.000,-
Sang Komandan pun memasukan uang yang terkumpul ke dalam amplop, menuliskan keterangan : " Dari Tuhan di Surga " dan menyerahkan ke anak buahnya utk di kembalikan ke Rio.
Menerima uang tersebut, Rio merasa sangat senang permintaannya terkabul, walaupun yang di terima hanya Rp 55.000,-.
Rio pun bergegas mengambil kertas dan pensil, dan mulai menulis surat lagi :


Kepada Yth.
Tuhan
Di Surga

TUHAN, LAIN KALI, KALAU MAU KIRIM UANG, JANGAN LEWAT POLISI, KARENA KALAU LEWAT POLISI DI POTONG RP 5.000,-

Ketika Allah Berkata Tidak

Ya Allah, ambillah kesombonganku..
Allah berkata “Tidak, bukan Aku yang mengambil tapi kau yang harus menyerahkannya”

Ya Allah, sempurnakanlah kekuranganku yang cacat..
Allah berkata “Tidak, jiwamu telah sempurna, tubuhmu hanyalah sementara”

Ya Allah, beri aku kesabaran..
Allah berkata “Tidak, kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan, tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri”

Ya Allah, beri aku kebahagiaan..
Allah berkata “Tidak, Ku beri keberkahan kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri untuk menghargai keberkahan itu”

Ya Allah, jauhkan aku dari kesusahan..
Allah berkata “Tidak, penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu kepadaKu”

Ya Allah, beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat..
Allah berkata “Tidak, Aku beri kau kehidupan agar kau menikmati segala hal”

Ya Allah, bantu aku mencintai orang lain, sebesar cintaMu padaku..
Allah berkata “Akhirnya kau mengerti”

Falsafah Buah

1. Jadilah Jagung, jangan Jambu Monyet.
Jagung membungkus bijinya yang banyak, sedangkan jambu monyet memamerkan bijinya yang cuma satu-satunya.

Artinya: jangan suka pamer.

2. Jadilah Pohon Pisang.
Pohon pisang kalau berbuah hanya sekali, lalu mati.

Artinya: kesetiaan dalam pernikahan.

3. Jadilah Duren, jangan Kedondong.
Walaupun luarnya penuh kulit yang tajam, tetapi dalamnya lembut dan manis. Hmm, beda dengan kedondong, luarnya mulus, rasanya agak asem dan di dalamnya ada biji yang berduri.

Artinya: don't judge a book by its cover.. jangan menilai orang dari luarnya saja.

4. Jadilah Bengkoang.
Walaupun hidup dalam kompos sampah, tetapi umbinya isinya putih bersih.

Artinya: jagalah hati jangan kau nodai.

5. Jadilah Tandan Pete, bukan Tandan Rambutan.
Tandan pete membagi makanan sama rata ke biji petenya, semua seimbang, tidak seperti rambutan.. ada yang kecil, ada yang gede.

Artinya: selalu adil dalam bersikap.



6. Jadilah Cabe.
Makin tua makin pedas.

Artinya: makin tua makin bijaksana.

7. Jadilah Buah Manggis.
Bisa ditebak isinya dari pantat buahnya.

Artinya: jangan Munafik.

8. Jadilah Buah Nangka.
Selain buahnya, nangka memberi getah kepada penjual atau yang memakannya.

Artinya: berikan kesan kepada semua orang (tentunya yang baik).

9. Jadilah Buah Dada.
Selain bermanfaat buat anak, buat bapaknya juga.

Artinya: Sekali pukul dua-duanya dapet! Hehehehehe…..(santai bro jangan serius melulu ah, sekali-kali guyon...)

R. Muttaqin 

My Way by Frank Sinatra

And now the end is near
And so I face the final curtain
My friend I'll say it clear
I'll state my case of which I'm certain

I've lived a life that's full
I traveled each and every highway
And more, much more than this
I did it my way

Regrets I've had a few
But then again too few to mention
I did what I had to do
And saw it through without exemption

I planned each charted course
Each careful step along the byway
And more, much more than this
I did it my way

Yes there were times I'm sure you knew
When I bit off more than I could chew
But through it all when there was doubt
I ate it up and spit it out, I faced it all
And I stood tall and did it my way

I've loved, I've laughed and cried
I've had my fill, my share of losing
And now as tears subside
I find it all so amusing

To think I did all that
And may I say not in a shy way
Oh no, oh no, not me
I did it my way

For what is a man what has he got
If not himself then he has not
To say the things he truly feels
And not the words of one who kneels
The record shows I took the blows
And did it my way
Yes it was my way

*****

Kawan, pernahkah kita berpikir tentang tujuan akhir dari hidup kita..
Apa yang akan kita bawa sebagai bekal menuju perhentian akhir itu
Apakah harta yang kita miliki selama hidup..
Atau harta yang telah kita berikan untuk orang lain..sebagai tiket perjalanan itu

Sahabat, gelar apapun yang kita dapat..
Baik akademik maupun sebut-sebutan sosial budaya..
Ternyata tidak menjadi pasport keberangkatan itu...
Uang dan segala harta benda yang kita miliki...
Ternyata bukan ongkos dan akomodasi..

Lantas, masihkah kita terus bergumul dengan semua itu...

Saudaraku...
Gelar yang masuk dalam CV kita untuk pasport perjalanan akhir hanya TAQWA..
Harta yang kita bawa sebagai bekal dan oleh-olehnya ialah sedekah dan zakat yang kita berikan pada sesama..

Berhitunglah... kita mau pesawat eksekutif, kelas bisnis, atau ekonomi...
Yang akan kita gunakan untuk menghantar kita ke titik awal kehidupan abadi..
Tentukan jalan kita mulai sekarang...
Manakah jalan yang hendak kita lalui sebagai rutenya...
Aku memilih jalanku...inilah caraku bertemu dengan Sang Penguasa..
Tanpa gelar duniawi dan harta benda...
Ku hanya ingin sekadar bersih, agar wangi di kedua lubang hidungNya
Saat Dia merangkulku dan membimbingku ke pintu SurgaNya...


R. Muttaqin

Ada kekuatan

Ada kekuatan di dalam cinta,
Orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan keinginannya
Untuk mementingkan diri sendiri.

Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan,
Orang tertawa gembira adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah terlarut dengan tantangan dan cobaan.

Ada kekuatan di dalam kedamaian diri
Orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah tergoyahkan
Dan tidak mudah diombang-ambingkan.

Ada kekuatan di dalam kesabaran,
Orang yang sabar adalah orang yang kuat
Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu
Dan ia tidak pernah merasa disakiti.

Ada kekuatan di dalam kemurahan,
Orang yang murah hati adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya
Untuk melakukan yang baik bagi sesamanya.

Ada kekuatan di dalam kebaikan,
Orang yang baik adalah orang yang kuat
Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik bagi semua orang.

Ada kekuatan di dalam kesetiaan,
Orang yang setia adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi
Dengan kesetiaannya kepada Allah dan sesama.

Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan,
Orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat
Karena ia bisa menahan diri untuk tidak membalas dendam.

Ada kekuatan di dalam penguasaan diri,
Orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian. .

..........

Sadarkah teman bahwa engkau juga memiliki cukup Kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup ini?

Dimanapun, seberat dan serumit apapun juga.Karena pencobaan tidak akan pernah dibiarkan melebihi kekuatan kita.


R. Muttaqin

Kontemplasi

Zaman perbudakan telah hilang ratusan tahun lalu, namun perbudakannya sendiri masih terus ada di dunia modern dengan bentuknya yang variatif dan valuatif. Jauh daripada itu, sesungguhnya, ada hal yang lebih ganas dibanding perbudakan fisik yang pernah ada dalam sejarah umat manusia. Ya...perbudakan akali alias pemikiran.
Betapa tidak, di setiap perbudakan berbentuk fisik, setidaknya ada jaminan jasmaniah yang menyertainya. Hal itu terjadi sebagai konsekuensi logis agar tujuan utama yang bernama "KERJA" dapat terus dilakukan oleh para "budak" sehingga mampu menghasilkan keuntungan bagi para pemodal atau "tuan-tuan tanah" pemilik usaha.
Namun bagi perbudakan pemikiran, sejarah manusia mencatat, pendangkalan senjata utama manusia yang oleh Tuhan diberikan sebagai wujud kesempurnaan manusia amatlah mengenaskan. Suatu kisah menyedihkan tentang sejarah para Nabi yang mengalami penderitaan akibat perlawanan atas perbudakan pemikiran tersebut. Ketika seorang Ibrahim yang dibakar hidup-hidup, ketika Musa yang terusir dari negerinya, ketika Muhammad harus meninggalkan tanah lahirnya serta masyarakat akar nenek moyangnya,dan kisah-kisah Nabi lain yang bahkan harus mati demi sebuah pemikiran dan ajaran yang hendak mereka sebarkan.
Di dunia filsuf, kita mungkin tak lupa ketika seorang Socrates lebih memilih minum racun daripada harus membohongi kebenaran keyakinan ilmunya, atau Galileo yang mendapat siksaan, atau Bruno yang dibakar hidup-hidup, atau Descarte yang terpaksa juga harus hijrah akibat perlawanannya atas segala keyakinan dan pemikiran yang berkembang umum di masa itu. Pengorbanan untuk mendapatkan kebebasan berpikir, sering kali jauh lebih mahal dan memilukan ketimbang perlawanan pada perbudakan fisik.
Lantas, apakah senjata utama yang telah Tuhan anugerahkan buat kita, manusia, akan kita sia-siakan begitu saja. Akal manusia harus secara optimal dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang baik. Tak ada hak cipta yang dilabelkan di otak kita, demikian juga untuk semua hasil karya dan sensasi yang dimunculkan.
Mari kita mulai berbagi, diawali dengan berbagi pengetahuan dan pemikiran. Karena hakekat tertinggi manusia sebenarnya adalah sebagai makhluk paling mulia dengan akal pikirnya.....


R. Muttaqin

Kisah sebuah Jam dinding

Sebuah jam dinding yang baru selesai dibuat. Pembuatnya menggantungkannya di dinding. Jam dinding baru yang masih muda itu melihat ke kiri dan ke kanan. Ternyata ada banyak sekali teman sebangsanya.

Ia bertanya kepada teman di sampingnya yang sedang rajin bekerja; ‘Apa yang harus aku perbuat?’

Jam dinding tua di sebelah kirinya berkata dengan penuh sombong; ‘Engkau harus mengikuti teladanku. Dalam setahun engkau harus bergerak ke kiri dan ke kanan sebanyak 33.000.000 kali!’

Mendengar itu jam dinding yang masih muda dan belum berpengalaman itu hampir saja jatuh pingsan.

‘Apakah saya mampu bergerak sebanyak itu?’ keluhnya.

Melihat teman yang masih belum bermakan garam yang sudah hampir menyerah sebelum memulai itu, jam dinding di sebelah kanannya berusaha menghiburnya; ‘Hai anak muda! Tak usah engkau berpikir terlalu berat, tak perlu menghitung dalam setahun engkau bergerak berapa kali. Dalam setiap detik bergeraklah satu kali, itu sudah cukup bagimu.’

Jam dinding yang masih muda kini menjadi agak lega. Ia merasa bahwa ia mampu bergerak sekali dalam setiap detik. Dan secara tak sadar ia telah menyelesaikan 33.000.000 dalam setahun.

****

Sahabat, jangan berpikir hal-hal yang rumit dan berat yang akhirnya membuatmu takut untuk melangkah. Lakukan hal-hal kecil yang sanggup kau lakukan hari ini. Setiap langkah yang kita jejakkan akan menjadi jarak yang berarti esok hari. Teruslah optimis menatap hari esok, karena itulah modal awal kita menggapai sukses. Never gave up


R. Muttaqin

BIOGRAFI 100 TOKOH BATAK Dari Abad Sebelum Masehi Sampai Abad ke-19

1. Si Raja Batak (Sebelum Masehi dan Sebelum ada Marga)

Merupakan nama kolektif dari para leluhur Batak. Banyak orang yang salah sangka dengan nama si Raja Batak ini, karena mengira Si Raja Batak merupakan nama individu atau personal yang menurunkan atau melahirkan semua bangsa Batak.

Kebanyakan para sejarawan Batak menggunakan istilah Si Raja Batak sebagai nama kolektif yang menjadi representasi para nenek moyang para Bangsa Batak yang tersebar mulai dari Aceh, Tanah Batak sampai dengan sebagain daerah Minang.

Paska zaman nenek moyang tersebut, masyarakat Batak terbagi menjadi tiga kubu kelompok masyarakat. Pertama Tatea Bulan, kedua Sumba dan ketiga Toga Laut. Jadi ketiga nama tersebut bukanlah nama anak-anak si Raja Batak seperti yang dikira banyak orang, akan tetapi nama kubu atau kelompok marga. Setidaknya seperti itulah yang banyak dipahami para ahli.

Walaupun memang, untuk kepentingan ideologi marga yang eksogamis, nama-nama kelompok dan komunitas tersebut dipersonifikasi untuk menyederhanakan identifikasi dalam hal urusan perkawinan. Beberapa nama dan marga tersebut dibentuk berdasarkan lebih kepada musyawarah atau konsensus dari pada terjadi sendiri tanpa terencana. Oleh karena itulah dalam penulisan tarombo, nama-nama itu dianggap sebagai “anak-anak” si Raja Batak.

2. Tatea Bulan (Sebelum Masehi)

Nama kubu dan nama seorang Raja. Dikenal juga dengan nama Guru Tatea Bulan karena maha karyanya yang bernama Pustaha Agung yang menjadi pedoman adat Batak sampai sekarang.

Kitab ini membahas cakupan antara lain; Ilmu Hadatuan (Medical dan Metaphysical Science), Parmonsahon (Art of Self Defence & Strategy-cum-Tactical Science) dan Pangaliluon (Science of Deceit).

Menurut legenda, Guru Tatea Bulan atau disebut juga Toga Datu pernah pergi menemui pamannya (Saudara dari Ibunya) di Siam. Dia bermaksud meminang paribannya, putri sang Paman/Tulang. Tapi rencananya tidak berhasil, tidak disebutkan alasannya. Ketika dia kembali ke kampung halaman, Sianjur Mulamula, dia terkejut dan sangat sedih menemukan kampung halaman yang ditinggalkannya telah kosong. Ayahnya, Si Raja Batak telah meninggal dunia.

Sementara itu, adiknya, Raja Isumbaon telah pindah ke Dolok Pusuk Buhit dekat dengan Pangururan sekarang ini. Adik bungsunya Toga Laut mengembara dan membuka wilayah yang sekarang masuk ke Aceh dan bernama Gayo/Alas.

Dia berinisiatif untuk menemui adiknya; Raja Isumbaon. Di sana dia menetap sementara dan kemudian kembali ke Sianjur Mula-mula, tempat lahirnya. Dia berusaha bangkit dari kepedihan hidupnya tersebut dengan menghabiskan waktunya dengan berkontemplasi dan bekerja; bercocok tanam di sawah. Pada saat-saat itulah dia bertemu dengan seorang wanita pendatang, yang kesasar, dan mengaku bernama Boru Sibasoburning Guru. Sibasoburning mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa Batak.

Hati tertarik, mungkin sudah jodoh, keduanya menikah. Hasilnya adalah anak pertama raja Miok-miok yang disebut sebagai Raja Gumelleng-gelleng, disebut juga raja Miok-miok atau Biak-biak dengan gelar Raja Uti.

Guru Tatea Bulan dianggap menurunkan sembilan keturunan, lima laki-laki dan empat perempuan yaitu, Raja Biak-biak, Tuan Sariburaja, Limbong Mulana, Sagalaraja (Malauraja), Boru Pamoras, Boru Pareme, Boru Biding Laut dan Natinjo

Melalui Tatea Bulan inilah turun beberapa keturunan Batak yang paling banyak berkecimpung dalam peradaban Batak. Diantaranya adalah Keturunan Raja Uti, Keturunan Raja Lontung, Pasariburaja dan lain sebagainya.

3. Guru Isumbaon (Sebelum Masehi)

Guru Isumbaon merupakan pemimpin kelompok Sumba di komunitas Batak yang dianggap posisinya sebagai adik dari Tatea Bulan dalam hal adat. Sebagaimana Guru Datu, Isumbaon juga mempunyai kapasitas sebagai ilmuwan Batak saat itu.

Ajaran Raja Isumbaon termaktub dalam Kitab Pustaha Tumbaga Holing mencakup; Harajaon (Political Science or the science about the kingdom), Parumaon (Legislation), Partiga-tigaon (Econimics Science or The Arts of Trading) dan Paningaon (Life Skills or Technology.

4. Raja Uti (sebelum Masehi)

Dianggap sebagai kubu paling senior di antara masyarakat Tatea Bulan. Raja Uti menjadi salah satu raja yang memerintah di Sianjur Mula-mula sebelum akhirnya memindahkan ibukotanya ke Barus. Dia merupakan Raja Batak pertama yang memerintah masyarakat maritim Batak.

Dia mempunyai sebukan Raja Biak-biak, Raja Miok-miok, Raja Gumelleng-gelleng dan Raja Hatorusan. Dalam ajaran Parmalim, Raja Uti dianggap sebagai Rasul Batak. Walupun begitu, keturunan Raja Uti sekarang ini kebanyakan menganut agama Islam yang hidup di daerah pesisir barat Sumatera Utara.

5. Tuan Sariburaja

Merupakan tokoh Batak yang diketahui menjadi seorang Batak pertama yang terlibat dalam skandal seks sumbang dengan adiknya sendiri Si Boru Pareme. Hasil dari skandal inilah yang melahirkan Raja Lontung yang menjadi nenek moyang Toga Lontung yang merupakan kelompok marga paling dominan di dalam sejarah peradaban Batak.

Dalam pengembaraan, Tuan Sariburaja kemudian menikah secara resmi dengan Nai Mangiring Laut. Dari istri barunya ini lahirlah seorang anak yang bernama Borbor yang kemudian dikenal Si Raja Borbor.

Friksi dalam keluarga kecil ini menyebabkan perpecahan yang panjang antara Si Raja Lontung dengan Si Raja Borbor. Perselisihan tersebut berlanjut kepada keturunan masing-masing, dimana keturunan Raja Borbor kemudian beraliansi dengan keturunan Limbong Mulana, Sagalaraja dan Malauraja kontra keturunan Si Raja Lontung.

Perkawinan eksogamus diyakini berkembang karena friksi dalam keluarga ini. Sehingga akhir dari pertentangan itu adalah terbentuknya dalihan natolu.

Karena itulah dalam kehidupan sosial berikutnya, aliansi keturunan Raja Borbor tersebut menggunakan panggilan "amangboru" yang lebih kurang berarti ipar dan tidak menggunakan tuturan seharusnya, yakni abang terhadap keturunan Si Raja Lontung.

6. Raja Sori Mangaraja (Sagala) 1000 SM

Merupakan pendiri Dinasti Sori Mangaraja dari Marga Sagala yang merupakan dinasti paling lama di tanah Batak sampai kepada Sorimangaraja CI (ke-101) 1816 M dengan nama Syarif Sagala yang telah memeluk Islam memerintah di Sipirok, ibukota terakhir Dinasti ini.

Kerajaan Sorimangaraja merupakan kerajaan Teokrasi pertama. Dimana pemimpin dianggap sebagai perwakilan tuhan di Bumi. Rajanya bergelar Datu Nabolon atau Supreme Witch Doctor

7. Raja Alang Pardosi

Alang Pardosi merupakan Raja pertama masyarakat Maritim Batak dari kubu Sumba tepatnya marga Pohan. Dia merupakan personalitas Sumba yang berhasil menyaingi Raja-raja Maritim keturunan Raja Uti dari kubu Tatea Bulan. Keturunan Alang Pardosi merupakan pendiri Kesultanan Batak pertama pada abad ke-7 melalui Sultan Kadir Pardosi.

Naskah Jawi yang dialihtuliskan di sini dipetik dari kumpulan naskah Barus dan dijilidkan lalu disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan no. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

Kisah dalam buku tersebut dimulai dengan kata-kata “Bermula dihikayatkan suatu raja dalam negeri Toba sila-silahi (Silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan.” Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian dan dalam kisah itu tercatat bahwa anaknya, Alang Pardoksi (Pardosi), meninggalkan jantung tanah Toba untuk merantau.

Alang Pardosi meninggalkan keluarga dan rumahnya sesudah bertikai dengan ayahnya; bersama istri dan pengikutnya dia berjalan ke barat. Dalam sepuluh halaman pertama diceritakan perbuatan-perbuatan Alang Pardosi yang gagah berani, tanah yang dinyatakannya sebagai haknya di rantau, jaringan pemukiman baru yang didirikannya, dan perbenturannya dengan kelompok perantau lain dari Toba.

Alang Pardosi mengklaim hak atas sebidang tanah yang luas, yang merentang dari Kampung Tundang di Rambe (Pakkat sekarang), tempat ia menetap, ke barat sampai Singkil, ke timur sampai perbatasan Pasaribu, ke hilir sampai ke tepi laut. Termasuk di dalamnya Barus.

Keluarga yang berselisih dengan Alang Pardosi adalah keluarga Si Namora. Si Namorapun telah meninggalkan rumahnya di Dolok Sanggul sebagai akibat percekcokan dalam keluarga. Bersama istrinya dia menetap di Pakkat, dan Alang Pardosi, Sang Raja, menyadari kehadirannya ketika pada suatu hari dilihatnya sebatang kayu yang mengapung di sungai. Raja memungut upeti dari Si Namora sesuai dengan adat berupa kepala ikan atau binatang apapun yang dapat dibunuh Si Namora.

Si Namora berputera tiga orang yang beristrikan ketiga puteri Alang Pardosi. Akhirnya yang sulung dari ketiga putera Si Namora yaitu Si Purba, mengambil keputusan untuk mempermasalahkan hubungan antara kedua keluarga sebagai pemberi dan penerima upeti. Maksudnya itu dilaksanakan dengan mengakali Pardosi.

Untuk itu dia harus kembali ke kampung ayahnya di Toba; dia harus mengumpulkan kekayaan keluarga berupa kain dan pusaka. Lalu dari kain-kain itu Purba membuatkan patung seekor rusa yang rupanya bukan main hebatnya dan kepalanya dipersembahkan kepada Pardosi sebagai Upeti. Alang Pardosi begitu takut melihat persembahan tersebut dan membebaskan keluarga Si Purba dari ikatan memberi upeti.

Setelah Alang Pardosi diperdaya, dia mencium adanya gugatan mengenai kedudukannya sebagai raja. Perang meletus dan si Purba memakai penghianatan untuk mengusir Alang Pardosi dan mengambil alih pemukimannya di Si Pigembar. Sebuah kudeta terjadi. Alang Pardosi kemudian mendirikan pemerintahan “in exile” di Huta Ginjang, kota yang baru dibangunnya.

Namun ada pembalasan dari pihak raja yang terusir. Saat kepemimpinan Si Purba pemukiman dirundung kelaparan. Raja yang sah, Alang Pardosi, diminta kembali untuk mengobati keadaan. Namun dia menolak dan meminta supaya si Purba membuatkannya rumah di Gotting, sebuah bukit antara Pakkat ke Barus, bukit tersebut dibelah oleh sebuh jalan yang menyempit di antara dinding batu napal yang keras, sekita lima kilometer dari Pakkat menuju Barus, di atas sebuah jalan sehingga semua orang yang ingin melalui jalan tersebut harus lewat di bawah rumahnya. Kedudukannya di sedemikian di persimpangan jalan-jalan penting memberi kekuasaan besar kepada Alang Pardosi yang menjadi raja yang paling berkuasa dari raja-raja Negeri Batak. Si Purba, kemudian, tinggal di tanah yang dibuka ayahnya yaitu Tanah Rambe atau Pakkat.

Jadi dalam kronik, Raja Alang Pardosi dengan demikian ditentukan sebagai pendiri garis keturunan baru. Proses ini berlanjut terus seusai dia wafat. Kedua anaknya, dari istri kedua, puteri Aceh; Pucara Duan Pardosi dan Guru Marsakot Pardosi berpisah dan pindah ke arah yang berlainan supaya tidak bertikai.

Pucara Duan tinggal pindah ke arah pantai dan menetap di daerah Tukka yang pada abad ke-19 merupakan pusat besar untuk penghimpunan persediaan kapur barus dan kemenyan dan dari sana dibawa ke Barus.

8. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan

Merupakan tokoh yang disegani dalam adat. Walupun dia bukan merupakan seorang Raja, namun posisinya sampai sekarang masih sangat dihargai. Khususnya dalam reorganisasi sistem adat dan budaya Batak.

Penduduk dataran tinggi, para pendatang di pelabuhan Natal dan Muaralabu (dikenal dengan sebutan Singkuang atau Sing Kwang oleh ejaan Cina), dan terutama elemen-elemen bangsa Pelaut Bugis dari Sulawesi, yang singgah sebelum berlayar berdagang menuju Madagaskar, telah berasimilasi dengan penuh toleransi dengan bangsa Batak.

Para pendatang tersebut dengan sukarela interaksi dan menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat setelah puluhan tahun di tengah laut. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.

9. Erha Ni Sang Maima

Merupakan putra dari Raja Doli yang memerintah di Sianjur Mula-mula dan melebarkan kekuasaan mereka sampai ke wilayah Lontung di Samosir Timur.

Dari legenda rakyat mengenai Erha Ni Sang Maima, dia merupakan panglima yang berhasil menggunakan teknologi canggih saat itu dalam pasukannya. Teknologi tersebut adalah penggunaan mesiu dan mercon dengan kuantitas yang besar sehingga menimbulkan ledakan yang sangat dahsyat. Dalam sebuah penumpasan perang terhadap pemberontak, Erha Ni Sang Maima menggunakan ‘rudal’ tersebut yang meluluh lantakkan sebuah wilayah dan hasil dari ledakan tersebut menyebabkan sebuah cekungan yang akhirnya menjadi danau kecil di daerah Toba. Ada yang mengatakan bahwa letak danau tersebut adalah di Kampung Silaban.

10. Guru Marsakkot Pardosi

Merupakan keturunan Raja Alang Pardosi yang memerintah di pesisir barat Sumatera Utara. Guru Marsakkot merupakan Raja pertama dari keturunan Alang Pardosi yang memerintah sebuah kerajaan Batak yang penduduknya terdiri dari campuran orang-orang Batak dan para saudagar asing khususnya Bangsa Ceti atau yang dikenal sekarang dengan nama Bangsa Tamil atau Keling.

11. Raja Lingga

Mengenai Kerajaan Lingga di tanah Batak Gayo, menurut M. Junus Djamil dalam bukunya "Gajah Putih" yang diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Atjeh tahun 1959, Kutaraja, mengatakan bahwa sekitar abad 11, Kerajaan Lingga didirikan oleh orang-orang Batak Gayo pada era pemerintahan Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.

Raja Lingga I, yang menjadi keturunan langsung Batak, disebutkan mempunyai beberapa anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga, Meurah Johan dan Meurah Lingga, Meurah Silu dan Meurah Mege.

Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Batak leluhurnya tepatnya di Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Kesultanan Daya merupakan kesultanan syiah yang dipimpin orang-orang Persia dan Arab.

Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wihni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.

Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.

12. Sultan Kadir Pardosi

Merupakan generasi berikutnya dari Raja Alang Pardosi melalui Guru Marsakkot Pardosi. Dia merupakan keturunan pertama dari Alang Pardosi yang mendirikan kesultanan Batak.

Namun sayang pada masa pemerintahannya, sebuah serbuan dari makhluk yang disebut penduduk sebagai ‘orang-orang Gergasi’ melanda pemerintahannya di Barus sehingga menimbulkan ketidak nyamanan terhadap para saudagar-saudagar asing di kerajaannya.

Akibatnya para orang-orang kaya Batak dan Asing melarikan diri melalui laut menuju Lamuri demi menyelamatkan diri dari terror makhluk tersebut di Barus. Tidak diketahui bagaimana bentuk dan rupa makhluk Gergasi tersebut.

Namun yang pasti, di abad ke-10 pamor Lamuri sebagai kota pelabuhan yang banyak dikunjungi asing semakin terkenal sejajar dengan Barus. Bahkan hasil-hasil produk Barus seperti kamper harus dibawa dulu ke Lamuri untuk kemudian diekspor. Sebagian ada yang diekspor melalui pelabuhan Natal atau melalui darat ke pelabuhan Kerajaan Pane di pesisir timur Sumatera melalui Sungai Barumun.

13. Meurah Johan Lingga

Merupakan putera Raja Lingga. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri

14. Meurah Silu alias Malik al-Saleh

Meurah Silu, yang menjadi prajurit kesultanan Daya, saat itu masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Iskandar Malik dengan gelar Sultan Malik al-Shaleh sebagai sultan pertama pribumi dan pendiri Samudera Pasai. Samudera Pasai berdiri di atas Kesultanan Daya yang dihancurkan oleh Laksamana Ismail al-Siddiq, panglima Dinasti Mamluk, Mesir, yang menggantikan Dinasti Fatimiyah pendukung Kesultanan Daya.

Dikatakan bahwa Kesultanan Pasai di tangan orang Batak Gayo yang kemudian menghancurkan Kerajaan Hindu Aceh, yang terdiri dari Batak-Mante dan imigran Hindu India, yang sudah melemah dengan tumbuhnya komunitas-komunitas muslim dengan kedaulatan sendiri-sendiri.

Sepeninggalan Malik al-Saleh (1285-1296) dia digantikan oleh anaknya Sultan Malik Al Tahir (1296-1327). Putranya yang lain Malik Al Mansyur pada tahun 1295 berkuasa di Barumun dan mendirikan Kesultanan Aru Barumun pada tahun 1299 dengan corak mazhab syiah.

15. Sultan Malik Al Mansyur putera Malik al-Saleh (1299-1322).

Pendiri Kerajaan Syiah Aru Barumun yang menjadi saingan kerajaan ayahnya Malik al-Saleh di Kesultanan Samudra Pasai.

16. Sultan Firman Al Karim (1336-1361).

Merupakan Sultan ketiga di Kesultanan Aru Barumun. Pada era-nya banyak bertikai dengan kekuatan imperialis Jawa Majapahit. Di bawah panglima Laksamana Hang Tuah dan Hang Lekir, pasukan marinir Aru Barumun berkali-kali membendung kekuatan Hindu Majapahit dari Jawa.

17. Sultan Ridwan Al Hafidz (1379-1407).

Merupakan Sultan ke-6 dari Kesultanan Aru Barumun. Dalam masa pemerintahannya dia banyak melakukan hubungan diplomatik dengan pihak Cina

18. Sultan Hussin Dzul Arsa yang bergelar Sultan Haji.

Dia merupakan Sultan ke-7 dari Kesultanan Aru Barumun. Pada tahun 1409 dia menjadi salah satu orang Batak yang ikut dalam rombongan kapal induk Laksamana Cengho mengunjungi Mekkah dan Peking di zaman Yung Lo. Dia terkenal dalam annals dari Cina pada era Dinasti Ming dengan nama “Adji Alasa” (A Dji A La Sa). Orang Batak yang paling dikenal di Cina.

19. Hidayat Fatahillah

Putra mahkota terakhir Kesultanan Samudera Pasai, yang didirikan oleh Meurah Silo, sebelum diakuisisi oleh Kerajaan Aceh Darussalam. Dia mengungsi ke Jawa dan mendirikan kota Jakarta serta menjadi tokoh yang mempertahankan Jakarta dari gempuran Portugis. Di akhir hayatnya dia menjadi Sunan Gunung Jati. Salah satunya Sunan dari orang Batak marga Silo. Namun banyak yang yakin bahwa sebenarnya dia adalah keturunan Arab.


20. Sultan Muhammadsyah (abad ke-15 M)

Dalam konstalasi politik berikutnya, di pesisir Barat Sumatera, terjadi persaingan dan pertikaian politik antara Sultan Moghul, Raja Pariaman, di Sumatera Barat, selatan pesisir Barus dengan Sultan Ri'ayatsyah yang dikenal dengan dengan Raja Buyung di Aceh. Keduanya masih bersaudara. Puncaknya Sultan Moghul ingin menaklukkan Aceh.

Armada angkatan laut Sultan Moghul berangkat menuju Aceh. Beribu pasukan ‘marinir’ tersebut kemudian berlabuh dan melepas jangkar di Fansur untuk memenuhi kebutuhan logistik mereka. Fansur memang pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan dunia, tokoh yang lahir dari wilayah ini adalah mereka yang mempunyai kinayah Al Fansuri.

Saat itu panglima memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki dan mencari tahu mengenai perkembangan Aceh yang terkini. Mereka meminta nasehat dari dua orang ahli strategi Batak; Datu Tenggaran dan Datu Negara, keduanya dari klan Pasaribu. Mereka juga diajak untuk ambil bagian dalam misi tersebut. Posisi Fansur yang cenderung netral tergoyahkan.

Namun perkembangan politik dan melalui pertimbangan-pertimbangan, pasukan Sultan Mogul membatalkan niat penyerbuan tersebut. Datu Tenggaran diminta untuk memimpin pasukan kembali ke Pariaman.

Datuk Negara sendiri tidak berkenan untuk mengikuti pasukan tersebut ke Pariaman, dia lebih memilih untuk tetap berada di Fansur. Dalam pesan selamat tinggalnya, Datuk Teggaran bersumpah kelak akan kembali ke negeri Fansur di Barus. Segumpal tanah dan sekendi air Fansur jadi saksinya.

Di Negeri Pariaman, Datu Tenggaran menyempatkan diri untuk memperdalam agama Islam. Diapun berganti nama menjadi Muhammad. Kegigihan dan kedisiplinan Muhammad dalam mengemban tugas-tugas negara membuat Sultan Moghul bersimpati. Dia menawarkan adiknya Siti Permaisuri putri raja Indrapura Munawarsyah.

Setelah menikah, keduanya membuka wilayah baru dan dinamakan Tarusan untuk mengenang kakeknya Raja Hatorusan II di Negeri Fansur. Sebagai petinggi dan pembuka wilayah Datu Tenggaran dianugerahi gelar Sultan Muhammadsyah.

Di kota baru ini Muhammadsyah juga membawa serta ribuan pengikutnya. Muhammadsyah sendiri mulai membina keluarganya dengan rukun. Anak-anaknya tumbuh besar dan berkembang dengan didikan disiplin dan kebijaksanaan yang mendalam dari sang ayah.

Namun, Salah satu anaknya yang bernama Sultan Ibrahimsyah, menjelang dewasa, sekitar umur 17 tahun, berselisih paham dengannya. Perselisihan tersebut meruncing dan tidak dapat diatasi lagi. Ibrahimsyah pun memilih untuk meninggalkan Negeri Terusan dengan membawa pengikut 1000 orang menuju Fansur.

21. Sultan Mualif Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

22. Sultan Marah Pangsu Pardosi (700-an Hijriyah)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

23. Sultan Ibrahimsyah Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

24. Sultan Marah Sifat Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

25. Mahkuta alias Manghuntal atawa Sisingamangaraja I

Pada tahun 1540 M, Mahkuta atau Manghuntal yang menjadi Panglima di Kerajaan Hatorusan yang berpusat di Barus dan Singkel--ditugaskan menumpas pemberontakan di pedalaman Batak, setelah sebelumnya berhasil mengusir Portugis dari perairan Singkel, memerintah di tanah Batak sebagai Sisingamangaraja I. Kedaulatannya ditransfer oleh Raja Uti VII yang kehilangan kekuasaannya.

Pemerintahan Sisingamangaraja I, hanya berlangsung sepuluh tahun. Sebelum putra mahkotanya, Manjolong, berumur dewasa, masih 12 tahun, Manghuntal dikabarkan menghilang dan tidak pernah kembali lagi.

Orang-orang Bakkara dan lingkungan Istana percaya bahwa Sisingamangaraja menghilang diambil Mulajadi Nabolon ke langit atau menganggapnya sebagai kejadian gaib. Manjolong akhirnya diangkat menjadi Sisingamangaraja II.

Belakangan dari kitab-kitab kuno bangsa Batak Karo diketahui bahwa Sisingamangaraja I ternyata berada di tanah Karo paska menghilangnya raja dari Bakkara. Tidak disebutkan sebab-sebab migrasi Sisingamangaraja. Apakah dia frustasi dengan keadaan rakyatnya yang terus bertikai dan bertengkar, walau sudah dibujuk untuk damai dengan benda-benda pusaka Raja-raja Uti, tidak diketahui dengan pasti.

Tapi melihat riwayat-riwayat budi pekerti sosok Sisingamangaraja I yang anti- perbudakan, anti-rentenir sehingga selalu membayar utang para rakyat yang terlilit hutang dan lain sebagainya, membuatnya banyak memiliki musuh dari elit-elit yang suka mengeksploitasi rakyat. Permusuhan itu, tidak saja dari lingkungan istana tapi bahkan dari kerabatnya sendiri, misalnya namborunya, yang tidak menyukai kebijakannya tersebut.

Paska kepindahannya ke tanah Karo salah satu cucunya yang bernama Guru Patimpus mendirikan huta yang sekarang menjadi Ibukota Provinsi Sumatera Utara.

26. Guru Patimpus

Menurut riwayat Hamparan Perak salah seorang putera dari Sisingamangaraja bernama Tuan Si Raja Hita mempunyai seorang anak bernama Guru Patimpus pergi merantau ke beberapa tempat di Tanah Karo dan merajakan anak-anaknya di kampung–kampung: Kuluhu, Paropa, Batu, Liang Tanah, Tongging, Aji Jahe, Batu Karang, Purbaji, dan Durian Kerajaan. Kemudian Guru Patimpus turun ke Sungai Sikambing dan bertemu dengan Datuk Kota Bangun.

Berdasarkan bahan–bahan dari Panitia Sejarah Kota Medan (1972) termasuk Landschap Urung XII Kuta, ini dapat dilihat dari trombo yang disalin dalam tulisan Batak Karo yang ditulis di atas kulit–kulit Alin. Trombo ini mengisahkan Guru Patimpus lahir di Aji Jahei. Dia mendengar kabar ada seorang datang dari Jawi (bahasa Jawi bahasa Pasai Aceh, kemudian dikenal dengan bahasa Melayu tulisan Arab. Orang yang datang dari Jawi itu adalah orang dari Pasai keturunan Said yang berdiam di kota Bangun. Orang itu sangat dihormati penduduk di Kota Bangun kemudian diangkat menjadi Datuk Kota Bangun yang dikenal sangat tinggi ilmunya. Banyak sekali perbuatannya yang dinilai ajaib-ajaib.

Guru Patimpus sangat ingin berjumpa dengan Datuk Kota Bangun untuk mengadu kekuatan ilmunya. Guru Patimpus beserta rakyatnya turun melalui Sungai Babura, akhirnya sampailah di Kuala Sungai Sikambing. Di tempat ini Guru Patimpus tinggal selama 3 bulan, kemudian pergi ke Kota Bangun untuk menjumpai Datok Kota Bangun. Konon ceritanya dalam mengadu kekuatan ilmu, siapa yang kalah harus mengikuti yang memang. Dalam adu kekuatan ini, berkat bantuan Allah SWT Guru Patimpus kalah dan dia memeluk agama Islam, sebelumnya beragama Perbegu.

Dia belajar agama Islam dari Datuk Kota Bangun. Dia selalu pergi dan kembali ke Kuala Sungai Sikambing pergi ke gunung dan ke Kota Bangun melewati Pulo Berayan yang waktu itu di bawah kekuasaan Raja Marga Tarigan keturunan Panglima Hali. Dalam persinggahan di Pulo Berayan, rupanya Guru Patimpus terpikat hatinya kepada puteri Raja Pulo Berayan yang cantik. Akhirnya kawin dengan puteri Raja Pulau Berayan itu, kemudian mereka pindah dan membuka hutan kemudian menjadi Kampung Medan. Setelah menikah, Patimpus dan istrinya membuka kawasan hutan antara Sungai Deli dan Sungai Babura yang kemudian menjadi Kampung Medan. Tanggal kejadian ini biasanya disebut sebagai 1 Juli 1590, yang kini diperingati sebagai hari jadi kota Medan.

27. Sisingamangaraja II

Dikenal dengan nama Raja Manjolong gelar Datu Tinaruan atau Ompu Raja Tinaruan memerintah 1550 s.d 1595

28. Hafidz Muda putera Guru Patimpus

Menurut trombo yang ditulis dalam bahasa Batak Karo di atas kulit Alin itu, Hafiz Muda kemudian menggantikan orang tuanya Guru Patimpus, menjadi Raja XII Kuta. Putera Guru Patimpus dari ibu yang lain bernama Bagelit turun dari gunung menuntut hak dari ayahandanya yaitu daerah XII Kuta. Setelah puteranya Bagelit memeluk agama Islam daerah XII Kuta yang batasnya dari laut sampai ke gunung dibagi dua. Kepada Bagelit diberi kekuasaan dari Kampung Medan sampai ke gunung. Akhirnya kekuasaan Bagelit dikenal dengan Orung Sukapiring. Sedangkan Hafiz Muda tetap menjadi Raja XII Kuta berkedudukan di Kampung Medan. Waktu itu Medan adalah sekitar Jalan Sungai Deli sampai Sei Sikambing (Petisah Kampung Silalas). Guru Patimpus dan puteranya Hafiz Muda yang menjadikan Kampung Medan sebagai pusat pemerintahannya.

29. Panglima Manang Sukka

Dia adalah orang Karo yang menjadi prajurit pasukan Aceh dan tahun 914 H/1508M, dia mendirikan Kerajaan Haru Delitua. Dia memakai gelar Sultan Makmun Al Rasyid I. Permaisurinya bernama Putri Hijau, saudara perempuan dari Sultan Mughayat Syah.

Angkatan Bersenjata Portugis dari Malakka pata tahun 930 H/1523 M menggempur Kesultanan Haru Delitua. Mereka bergerak dan menyisir daerah yang bernama Labuhan Deli sampai Deli Tua sambil menembaki siapa saja manusia yang hidup di daerah tersebut.

Mereka menggempur pasukan Makmun Al Arsyid dengan persenjataan berat dan artileri. Pasukan Makmun Al Rayid dengan bantuan pasukan dari Aceh bertahan di Sukamulia dan semuanya tewas dalam pembantaian tersebut.

Pasukan pengawal istana kerajaan habis dibantai yang terdiri dari semua penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Permaisuri Putri Hijau dengan lima orang putrinya ditawan oleh pasukan keling di bawah tentara Portugis ini. Para kaum keling India ini berasal dari provinsi Goa di India barat. Pasukan tersebut juga didukung oleh orang-orang Macao, Cina. Para putri-putri tersebut menjadi korban kebiadaban perkosaan dari tentara-tentara bayaran tersebut.

Putri Hijau sambil berzikir diikat ke mulut sebuah meriam lalu diledakkan. Tubuhnya hancur lebur tanpa bentuk. Puntung dari meriam Portugis itu menjadi “Keramat Meriam Puntung”, sebuah relik bagi orang-orang Karo Dusun yang muslim.

Pada tahun 1853, Sultan Ibrahim Mansyur Syah, Sultan Aceh, mengangkat Wan Usman di Labuhan Deli dengan nama Sultan Usman Perkasa Alam menjadi Sultan Deli yang pertama.


30. Tuanku Maraja Bongsu Pardosi (1054 H)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.


31. Jonggi Manoar I

Sebenarnya Jonggi Manoar merupakan nama lembaga adat. Namun yang ingin dibahas di sini adalah orang yang menempati jabatan tersebut pertama sekali.

Lembaga Jonggi Manoar atau Menawar merupakan lembaga raja atau perwakilan raja yang dibentuk oleh Tuanku Sultan Marah Laut Pasaribu (hidup di era Tuanku Maharaja Bongsu Pardosi, 1054 H atau Tuanku Mudik/Dihulu), saat berkunjung ke Luat Sagala Limbong di Toba. Pasaribu, Limbong dan Sagala merupakan keturunan Tatea Bulan.

Diceritakan, melalui, Sejarah Tuanku Batu Badan atau Tambo Barus Hilir, sebuah manuskrip sejarah bertuliskan Arab dan berbahasa melayu yang masih disimpan oleh Zainal Arifin Pasariburaja di Barus, seorang keturunan Bangsawan Kesultanan Dinasti Pasaribu, atau Tuanku Di Hilir. Manuskrip tersebut telah beredar banyak dalam tesis seorang peneliti dari Australia.

Bahwa sepeninggalan Sultan Adil Pasaribu, kesultanan Barus diserahterimakan kepada putranya Tuanku Sultan Marah Laut. Disaksikan oleh semua penduduk kerajaan. Di Barus sendiri terdapat dualisme pemerintahan. Di satu pihak berdiri Dinasti Pardosi (Turunan Marga Pohan) dari Sumba yang dikenal dengan Tuanku Di Hulu atau Tuanku Mudik dan yang satu Dinasti Pasaribu dari Tatea Bulan yang dikenal Tuanku Di Hilir, penerus Kerajaan Hatorusan.

Diceritakan bahwa Sultan melakukan perjalanan ke Toba. Tidak diceritakan sebab-sebabnya. Tapi diyakini merupakan bagian dari memperluas dan mengambil dukungan dari pihak Toba yang menjadi nenek moyang Pasaribu untuk menghadapi Dinasti Pardosi. Kubu Pasaribu sendiri merupakan keturunan Borbor/TateaBulan yang sejak dahulu menghuni Luat Sagala Limbong.di Toba. Persaingan dengan kubu Dinasti Pardosi sangat intens. Sehingga perjalanan ini merupakan akibat dari konstelasi politik saat itu.

Perjalanan dilakukan melalui sebuah daerah yang bernama Doli (Dolok=Dolok Sanggul?). Di sana dia bermukim dan sempat berkeluarga dan mendapatkan anak laki-laki. Perjalanan diteruskan ke tujuannya yakni Sagala Limbong.

Di sana dia bermukim dan mendapat tempat dari penduduk setempat yang masih kerabatnya.

"Maka dengan takdir Allah SWT sekalian (orang-orang) Batak itupun takluklah kepadanya karena tiada dapat melawannya karena Tuanku Sultan Marah Laut terlalu gagahnya. Maka (masyarakat) Batak pun sujudlah menyembah ke bawah duli yang maha mulia serta diangkatnya jadi akan rajanya di sana." Demikian bunyi sejarahnya.

Setelah Sultan Marah Laut memerintah di Sagala Limbong dalam waktu yang lama, dia berpikir untuk kembali ke Barus.

Maka masyarakat dan petinggi kerajaan dikumpulkan mendengar titah sang raja. Sultan Marah Laut kemudian berdiri dan mengumumkan kepergiannya.

"Ya Tuan-tuan sekalian. Dengarkan hamba berkata. Adapun hamba ini negeri hamba sudah lama hamba tinggalkan dan sekarang hamba meminta izin pada tuan-tuan sekaliannya. Hamba hendak berjalan dahulu pulang ke negeri Barus karena hamba sudah lama meninggal(kan) saudara saya."

Namun keinginan tersebut ditolak oleh warga yang menginginkan kehadiran seorang pemimpin yang mempunyai kewibawaan. Maka diambilkan jalan keluar melalui sebuah kompromi. Bahwa akan diangkat sebuah perwakilan Sultan di Sagala Limbong. Dan apabila melakukan sebuah upacara yang membutuhkan kehadiran Sultan maka hal itu dapat diwakilkan dalam pengiriman persembahan kepada pihak Sultan di Barus.

"Sekarangpun hamba perbuatlah akan wakil saya di sini sementaranya hamba belum balik, kiranya jikalau tidak, hamba berbalik kemari melainkan turut oleh tuan hamba ke negeri Barus. Jikalau hamba tidak ada melainkan anak cucu hamba banyak di Barus ke sanalah tuan-tuan menghantar 38 persembahan."

Sultan kemudian membentuk dua lembaga perwakilan di Sagala Limbong. Pertama bernama Raja Jonggi Menawar (disebut juga Manoar yang berasal dari kata Munawwar dari bahasa Arab, sebuah nama yang lazim digunakan yang berarti yang menyinari atau yang menerangi). Lembaga kedua bernama Raja Bunga-bunga. Melalui kedua raja inilah, Sultan memerintah daerah Sagala Limbong dan penghantaran persembahan ke Barus dilakukan.

Perjanjian yang dibuat antar pemuka adat saat itu bahwa

"Dalam satu tahun melainkan satu kali raja kedua itu mengantar persembahan kuda satu akan tetapi apabila raja kedua itu membawa kuda persembahan melainkan merurut membawa kambing jantan gadang seekor pemberi kepada Tuanku Mudik, karena kami sudah sebuah kota." Demikian bunyi perjanjian tersebut. Tuanku Mudik adalah Sultan-sultan Pardosi yang memerintah di hulu. Perjanjian tersebut selain bernilai adat tapi juga bernilai politik karena hal tersebut mengikat kedaulatan tiap-tiap huta.

Maka perjalanan pulang Sultan beserta para pejabat dan hulubalang kerajaan dilakukan melalui sebuah negeri yang bernama Lintong. Raja Lintong pun menerima perjanjian yang dibuat di Sagala Limbong tersebut.

Acara pemberian persembahan tersebut dilakukan setiap tahun. Dimulai dengan datangnya Raja Jonggi Manoar melalui negeri Lintong. Negeri Lintong juga akan ikut memberikan persembahan dan perwakilannya ikut mengantar. Begitu juga daerah-daerah yang dilalui yang menandatangani perjanjian persahabatan dengan Barus.

Diantaranya adalah negeri Sihotang, Negeri Siringo-ringo, Negeri Manullang, Negeri Rambe (Pakkat).

Beberapa daerah yang rajanya diangkat oleh Sultan di Barus juga melakukan persembahan. Diantaranya Negeri Panggarutan, Negeri Dairi, Negeri Tombah, Negeri Tukka, Negeri Gomburan. Semua raja-raja yang disebut terakhir ini diangkat atas persetujuan Kesultanan Barus.

Kemudian semua persembahan tersebut dikumpulkan di istana Raja Tuktung. Dan dalam adatnya Raja Jonggi Manoar akan membeli persalin kain kepada Raja Tuktung. Raja Tuktung adalah kerabat Kesultanan Barus yang istananya berada dalam perbatasan wilayah Barus. Kedudukannya sangat dihormati selain sebagai kerabat Kesultanan tapi juga perjalanan menuju Barus harus melalui daerah kekuasaannya.

Setelah memberikan penghormatan kepada Raja Tuktung, maka perjalanan ke wilayah Kesultanan Baruspun dilakukan melalui Pangarabuan terus menuju istana Sultan.

Upacara tersebut selalu dipimpin oleh Raja Jonggi Manoar. Kebiasaan ini bahkan sudah terlembagakan dalam adat. Diyakini tujuan utamanya dahulu adalah motif politik dan ekonomi. Motif politiknya adalah bahwa pihak Kesultanan Barus sangat membutuhkan dukungan politik dan moral kepada kelangsungan Kesultanan. Di lain pihak, kehadiran perwakilan Kesultanan di Toba sangat dibutuhkan sebagai pemimpin dan penengah di tengah-tengah masyarakat Toba yang terpecah-pecah dan selalu bertikai. Kehadiran mereka juga merupakan persyaratan adat dengan keharusan menghadirkan perwakilan dari keturunan Raja Uti agar upacara adat dan agama menjadi sah. Raja Uti sendiri merupakan tokoh spiritual dalam masyarakat Batak. Khusunya bagi kalangan Parbaringin dan Parmalim.

Motif ekonominya adalah untuk menjamin kesinambungan hubungan dagang antar dua komunitas Batak. Daerah Toba merupakan daerah pertanian yang menghasilkan banyak komoditas dagang. Sementara itu, daerah Batak Pesisir merupakan pelabuhan tempat keluarnya komoditas tersebut ke pedagang-pedagang asing.

Lembaga Jonggi Manoar yang dibentuk oleh Sultan Marah Laut merupakan media penghubung antar peradaban Batak di dua kerajaan; Kesultanan Batak di Barus dan Kerajaan Batak Sisingamangaraja.

Penulis sejarah Batak kemudian mengenal Jonggi Manoar sebagai sebuah lembaga perlengkapan adat. Lembaga Jonggi Manoar, menurut Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Komunitas Bambu, Jakarta 2004, Hal 226-228, merupakan tradisi penggambaran pendeta raja. Yang mempunyai hubungan istimewa dengan Raja Uti/Barus.

"Dikatakan bahwa Jonggi Manoar memperoleh kesaktiannya dari Raja Uti lewat pelaksanaan 'somba' sebagai ritual berkala…"

"Bahkan diklaim bahwa di masa lalu semua wilayah Toba mengirim sombanya kepada Raja Uti harus lewat Jonggi Manoar…"

"Menjadi tradisi bahwa setiap Sisingamangaraja baru, selain di upacara-upacara khusus di gelanggang berbagai onan wilayah Toba, utusan Raja Barus selalu diundang hadir sebagai kesempatan mengenalnya, yaitu sebagai pada upacara 'perkenalan' Sisingamangaraja di daerah Humbang."

Namun dengan punahnya kesultanan Barus maka berakhir pula tradisi dan kebiasaan tersebut di atas.

32. Tuanku Raja Kecil Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

33. SM Raja III, Raja Itubungna, 1595-1627 M

34. Sultan Daeng Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

35. Sisingamangaraja IV (1627-1667)

Dengan nama Tuan Sorimangaraja

36. Sultan Yusuf Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

37. Sisingamangaraja V (1667-1730)

Dengan nama aseli Raja Pallongos.

38. Sultan Adil Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

39. Tuanku Dorong Hutagalung

Pendiri Kerajaan Siboga.

40. Sisingamangaraja VI (1730-1751)

Bernama Raja Pangolbuk memerintah di Bakkara

41. Raja Simorang

Pada tahun 1736-1740, Raja Simorang dari Tapanuli memimpin penduduk Barus, khususnya Sorkam dan Korlang, mengusir VOC, perusahaan Belanda yang banyak meresahkan (monopoli) perekonomian setempat . Mereka dipimpin oleh Raja Simorang dari Tapanuli dan Raja Bukit.

42. Sultan Marah Tulang Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

43. Sisingamangaraja VII,

Dengan nama Ompu Tuan Lumbut memerintah antara tahun 1751-1771

44. Raja Junjungan Tanjung (1757)

Raja Junjungan Tanjung berasal dari Sipultak, Humbang, Toba. Dia berkuasa di Kerajaan Sorkam pada tahun 1757 Masehi. Sebagai sebuah daerah yang otonom dari pengaruh Kesultanan Barus, Sorkam selalu berada dalam bayang-bayang hegemoni raja-raja Barus.


45. Sultan Munawarsyah Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

46. Sisingamangaraja VIII (1771-1788)

Dengan nama Ompu Sotaronggal bergelar Raja Bukit memerintah pada tahun 1771-1788

47. Raja Maiput Tanjung Gelar Datuk Tukang (1778-1792)

Bagian dari Dinasti Tanjung.

48. Sultan Marah Pangkat Pardosi (1170 H)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

49. Tuanku Sultan Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

50. Sultan Raja Kecil Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

51. Sultan Emas Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

52. Sultan Kesyari pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

53. Sultan Baginda Raja Adil Pardosi (1213 H)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

54. Sultan Sailan Pardosi (1241 H)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

55. Sultan Limba Tua Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

56. Sultan Main Alam Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

57. Sultan Perhimpunan Pasaribu

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

58. Sultan Limba Tua Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

59. SM Raja IX, Ompu Sohalompoan, Gelar Datu Muara Labu, 1788-1819

60. Haji Hassan Nasution

Seorang marga Nasution dengan gelar Qadhi Malikul Adil di Kerajaan Darussalam Minang menjadi orang Batak pertama di abad ke-18 yang naik haji di Mekkah pada tahun 1790

61. Raja Jangko Alam Tanjung Gelar Datuk Rajo Amat (1792-1806)

62. Sultan Ma’in Intan Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

63. Sultan Agama yang bernama Sultan Subum Pardosi

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.


64. Fakhruddin Harahap (1802)

Seorang marga Harahap yang berhasil memobilisasi masaa untuk mempertahankan Kesultanan Aru Barumun dari gempuran Aceh. Pada tahun 1802-1816, dia menjadi Raja dengan gelar Baginda Soripada di bagian hulu dari bekas Kesultanan Aru Barumun.

65. Abdul Fatah Pagaran Sigatal: Modernis Suluk (Lahir 1809)

Nama kecilnya Abdul Fatah berasal dari Porlak Tele di Batahan yang masuk dalam wilayah Natal, Tanah Batak Selatan. Menurut riwayatnya beliau wafat pada tahun 1900 dalam usia 91 tahun. Oleh sebab itu tahun kelahirannya diperkirakan pada tahun 1809.

Bersama Lamri dan Barus, Natal merupakan pelabuhan kuno yang telah mendapat sentuhan peradaban Islam dengan nuansa budaya Batak. Selama hidupnya dia berkecimpung dalam mengembangkan organisasi-organisasi suluk yang banyak tumbuh di tanah Batak.


66. Abdul Hakim Datuk Naturihon Tanjung Gelar Rajo Amat I (1806-1841) anak pertama dari Raja Jangko Alam.

67. Kadhi H. Ilyas Penyabungan: Sang Kadhi

Dilahirkan di Sabajior, Penyabungan pada 10 Rabiul Awal 1302 H. Ayahnya bernama H Sulayman.

Dia aktif mengembangkan Makbat Subulussalam sampai akhirnya penguasa Sukapiring memintanya menjadi Kadhi di Sukapiring, Kesultanan Deli. Masa hidupnya dihabiskan untuk membesarkan organisasi al-Jam'iyah al-Washliyah.

68. Syeikh Juneid Thola Rangkuti: Pengasas Philantrophy.

Lahir di Huta Dolok, Huta Na Male, Negeri Maga, Kotanopan. Pada saat itu Huta Dolok masih bernama Pagaran Singkam suatu wilayah yang terletak di kaki Gunung Sorik Marapi.

Sewaktu kecil ayahnya Thola Rangkuti memberinya nama Si Manonga karena lahir dengan kondisi yang sangat sulit.

Sekolah dasar di Maga dan dilanjutkan di Tanobatu yang selesai pada tahun 1906. Semangatnya untuk melanjutkan pendidikannya terinspirasi oleh H, Abdul Malik Lubis, seorang tokoh intelektual lokal di Maga.

Syeikh Juneid merupakan pelopor legiatan wakaf atau filantrofi di Tapanuli. Melalui serangkaian kegiatan dia berhasil mengumpulkan dana untuk mendirikan perguruan pendidikan di Huta Na Male. Di samping itu dia juga mendirikan beberapa lembaga sosial ekonomi dari hasil wakaf yang dikumpulkannya. Di antaranya adalah pasar wakaf di Huta Na Male.

Dengan gerakan wakaf ini, Huta Na Male dan Maga menjadi sebuah negeri dengan perputaran eknomi yang cukup mapan. Beberapa pengusaha lokal pun akhirnya muncul dan menyebar menguasasi ekonomi Tapanuli di berbagai tempat.

Syeikh Juneid dikhabarkan berhasil membangun industri lokal untuk memproduksi peralatan dan barang-barang sandang pangan buatan lokal. Dia sendiri banyak terlobat dalam produksi minyak nabati seperti minyak nilam dan produksi sepatu yang bahan bakunya diambil dari kebun wakaf yang menjadi modal ekonomi masyarakat di Tapanuli. Pembangunan sosial yang madani ini akhirnya diteruskan oleh para generasi penerusnya setelah dia meninggal pada 30 Maret 1948.

69. Muhammad Faqih Amiruddin alias Pongki alias Tuanku Rao

Dia merupakan kerabat Dinasti Sisingamangaraja dan menjadi orang pertama dari lingkungan kerajaan Dinasti Sisingamangaraja yang menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1812. Informasi ini didapat dari sebuah catatan keluarga, bertuliskan Arab, komunitas Marga Sinambela keturunan Sisingamangaraja di Singkil. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan). Dia meninggal pata tahun 1833.

70. Idris Nasution (wafat 1833)

Merupakan Gubernur daerah Toba pada kepemimpinan Fakih Amiruddin di Tanah Batak yang beribukota di Siborong-borong.

71. Tuanku Tambusai Harahap (w. 1863)

Pahlawan Indonesia dalam melawan penjajah Belanda

72. SM Raja X, Aman Julangga, Gelar Ompu Tuan Na Bolon, 1819-1841

73. Amir Hussin Hutagalung (Lahir 1819)

Merupakan panglima Faqih Amiruddin di Toba. Dia bergelar Tuanku Saman. Merupakan putera dari Khalifah Abdul Karim Hutagalung, pimpinan tarekat Naqsabandiyah di Silindung. Amir Hussin gugur pada tahun 1837 dalam sebuah upaya mempertahankan tanah air dari penjajah Belanda di Air Bangis.

74. Tuanku Asahan Alias Mansur Marpaung (1820)

Pada 1820, salah satu panglima Fakih Sinambela, Tuanku Mansur Marpaung mendirikan Kesultanan Asahan di pantai timur Sumatera. Kesultanan ini masih berdiri hingga tahun 1947. Anak-anak mereka yang dikenal adalah Tuanku Sri Sultan Saibun Marpaung dan juga Dr. Mansur Marpaung, wali negara NST. Salah satu bawahan Mansur Marpaung adalah Zulkarnain Aritonang, pahlawan dalam perang Tanggabatu pada tahun 1818 mendirikan kerajaan Merbau. Keturunannya menjadi Raja-raja Merbau, Sumatera Timur hingga tahun 1947.

75. Pemasuk Lubis alias Tuanku Maga (w. 1820)

Merupakan menteri pendidikan pada era pemerintahan Fakih Amiruddin

76. Jagorga Harahap alias Tuanku Daulat (w. 1820)

Merupakan Gubernur Pahae Silindung dalam pemerintahan Fakih Amiruddin dan seorang saudagar sukses yang berpusat di Silindung.

77. Tuanku Sorik Marapi Nasution

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

78. Tuanku Mandailing Lubis

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

79. Tuanku Kotapinang Dasopang

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

80. Tuanku Patuan Soripada Siregar

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

81. Tuanku Ali Sakti Siregar

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

82. Tuanku Junjungan Daulay

Merupakan bagian dari panglima Fakih Amiruddin.

83. Sultan Marah Tulang yang bernama Sultan Nangu Pardosi (1270 H)

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini lihat di Kumpulan Naskah Barus, dijilid dan disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan No. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Barus.

84. Syeikh Baleo Natal: Menginsafkan Para Raja (Lahir 1825)

Namanya Abdul Malik ayahnya bernama Abdullah dari Muara Mais. Dia dilahirnya pada tahun 1825.

Setelah kembali dari Mekkah, Yang Dipertuan Huta Siantar, Penyabungan meminta Syeikh Abdul Fattah untuk menjadi guru agama di kerajaannya. Namun Syeikh Abdul Fattah tidak dapat memenuhinya karena berbagai kesibukannya dan kemudian menunjuk Syeikh Abdul Malik yang baru kembali dari Mekkah untuk mengisi jabatan tersebut.

Syeikh Abdul Malik berusaha membangun masyakat di Huta Siantar. Karismanya membuantnya banyak di datangi para mahasiswa dari Huta Siantar dan Penyabungan. Dengan usahanya yang pelan tapi pasti beberapa keluarga raja-raja di wilayah tersebut akhirnya diajaknya untuk menghidupkan aktivitas dan kegiatan mesjid. Mula-mula hal tersebut ditentang dan akhirnya mendapat sambutan baik dari elit aristokrat tersebut.

Atas jasa-jasanya tersebut, Syeikh Abdul Malik yang masih sangat belia, dinikahkan dengan puteri Huta Siantar dan diapun menetap di sana. Untuk kedua kalinya, dia berangkat ke Mekkah kali ini beserta keluarganya melalui pelabuhan Natal yang saat itu merupakan pelabuhan internasional yang sangat ramai.

Sekembalinya ke Tanah Air, kharismanya semakin meluas sehingga namanya semakin dikenal dan menjadi acuan dalam argumentasi agama mulai dari Padang Sidempuan, Sipirok, Padang Lawas dan Dalu-dalu. Dengan pengalaman tersebut dia kemudian digelar Baleo Natal sebagai bagian dari usahanya mengajarkan Islam secara tadrij alias berangsur-angsur.

Hubungan mesra dengan penguasa atau raja-raja Huta Siantar bukan tanpa masalah. Berbagai masalah terjadi antara Umara dan Ulama tersebut. Namun hal itu dapat diatasinya dengan langkah-langkah yng tidak merusak kedua kelompok elit tersebut. Para raja semakin kagum dan takjub terhadapnya karena Syeikh juga mempunyai kemampuan dalam pengobatan.

85. Abdullah Salatar Hutagalung (1833)

Merupakan saudagar kaya di Sibolga. Dia merupakan tokoh transportasi laut yang menghubungkan Sibolga dengan Malaysia dan lain-lain

86. SM Raja XI, Ompu Sohahuaon, 1841-1871

Di masa pemerintahannya berhasil disusun Arsip Bakkara yang kemudian dicuri oleh seorang pendeta dari Jerman.

87. Raja Parang Tua Tanjung Gelar Datuk Amat II (1841-1853) Sejak saat ini kekuasan Sorkam terbagi lima ke masing-masing anak Raja Parang Tua.

88. Syeikh Sulayman Al-Kholidy Hutapungkut: Pengasas Organisasi Suluk Tanah Batak (Lahir 1842)

Lahir di Hutapungkut, Kotanopan pada atahun 1842. Ayahnya bernama Japagar, seorang tokoh pemuda yang mempunyai bebraap seni beladiri dan menetap di Sipirok sebagai insinyur yang menguasasi pengolahan logam, khusunya besi.

Dia merupakan mahasiswa Abdul Wahab Rokan serta beberapa ulama lainnya. Dia natara kolega mahasiswanya yang setingkat adalah Syeikh Ibrahim dari Kumpulan Lubuk Sikaping dan Syeikh Ismail dari Padang Sibusuk.

Setamat pendidikanya di menjadi tokoh pembaharu sosial di Padang Lawas dengan ajaran-ajaran tarekat yang dibawanya. Di Padang Lawas dia menjadi intelektual yang menjadi pusat tujuan belajar para pemudan dan tokoh setempat. Salah satu tokoh Padang Lawas yang berguru kepadanya adalah Syeikh Abdul Qadir yang sampa sekarang masih dikenal sebagai pahlawan dalam mengentaskan pendidikan di Padang Lawas.

Tempat kelahirannya Hutapungkut menjadi ramai dengan kunjungan para musafir yang ingin belajar dengannya. Rumahnya menjadi pusat studi dan riset yang menyangkut semua maslahat ummat.

Tak lama kemudian dia mendirikan mensjid di samping rumahnya yang membuat lembaga studi itu semacam perguruan yang menjadi pusat tarekat Naqsabandiyah di Tapanuli Selatan. Pendirian mesjid dan bangunan-bangunan tersebut dilakukan sendiri oleh Syeikh dengan para mahasiswanya dengan bahan baku dari huta-hutan sekita 15 kilometer dari rumahnya. Sehingga, berubahnya Hutapungkut menjadi kota mandiri dan pusat pendidikan di Tapanuli.

Beberapa alumni dari perguruan ini adalah Syeikh Basir dari Pekantan yang dikenal dengan Tuan Basir (Lihat; Pustaha Tumbaga Holing, Tampubolon) di kalangan masyarakat Batak Toba karena Syeikh Basir ini merupakan tokoh yang menjadi penyebar Islam, terutama tarekat atau suluk di seluruh pelosok dan pedalaman Tanah Batak Toba. Organisasi-organisasi suluk di huta-huta di Toba tersebut menjadi kekuatan penting dalam pengusiran penjajah Belanda.

Alumni lainnya adalah Syeikh Husein dari Hutagadang yang menjadi penerus kepemimpinan Naqsabandiyah di Tapanuli Selatan. Alumni lainnya diantaranya; Syeikh Hasyim Ranjau Batu, Syeikh Abdul Majid Tanjung Larangan Muara Sipongi, Syeikh Ismail Muara Sipngi, Syeikh Muhammad Saman Bukit Tinggi dan puteranya sendiri Syeikh Muhammad Baqi.

Salah seorang alumni Hutapungkut, Syeikh Abdul Hamid, menjadi imam dan pengajar di Mesjidilharam Mekkah, sebelum kembali ke Hutapungkut sebagai pemangku Khalifah Naqsabandiyah untuk daerah Tapanuli.

Syeikh Sulayman al-Kholidy sebagai peletak pondasi intelektualisme Tapanuli di Hutapungkut, meninggal 12 Oktober 1917.

89. Tuan Guru Ahmad Zein Barumun: Saudagar Yang Intelektual (Lahir 1846)

Dia merupakan anak dari aristokrat Kerajaan Aru Barumun dari Tanjung Kenegerian Paringgonan, Barumun. Dia dilahirkan di lembah Gunung Malea tepatnya di Pintu Padang Julu pada tahun 1846.

Sebagai anak seorang aristokrat, dia menjadi saudagar yang berkeliling dari satu onan ke onan yang lain di sepanjang Bukit Barisan. Di sela-sela kegiatan ekonominya tersebut, dia meyempatkan diri untuk mempelajari buku-buku ilmu pengetahuan secara otodidak.

Untuk mengembangkan kemampuannya dia merantau ke Tanjung Balai sebuah kota pelabuhan yang banyak ditempati ulama-ulama terkenal saat itu. Di sana dia bermukim dan belajar kepada tokoh-tokh intelektual sampai usia 23 tahun.

Dari Tanjung Balai, dia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan sekaligus menimba ilmu seperti halnya tokoh-tokoh Batak lainnya pada tahun 1869. Dengan kapal layar dia menuju pelabuhan Jeddah dan berguru di beberapa ulama terkenal di Mekkah di antaranya; seorang ulama Batak Syeikh Abdul Kadir bin Syabir yang keturunan Penyabungan, Syeikh Abdul Jabbar keturunan Mompang Mandailing dan Syeikh Abu Bakar Tambusai.

Selain ulama keturunan Batak tersebut, dia juga menimba ilmu dari ulama-ulama Nusantara yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Mukhtar Bogor, Syeikh Umar Sumbawa dan lain sebagainya.

Setelah dua belas tahun di Mekkah di kembali ke Tanah Air dengan mendirikan sebuah institusi pendidikan di Pintu Padang Julu pada tahun 1901. Dengan sistematisasi pendidikan yang digagasnya, dia dapat menelurkan berbagai sarjana dengan metode pendidikan Arab yang modern.

Di Pendidikan tersebut dia juga mengajarkat Tarekat Tahqin al-Zikri ala al-Naqsabandiyah. Dia kemudian meninggalkan Tarekat ini setelah membaca buku 'Izhar al-Kazibin' karya Ahmad Khatib Minangkabau.

Setelah 23 tahun di Pintu Padang dan menjadikannya pusat pendidikan intelektual dan cendikiawan Batak, dia kemudian kembali ke desa nenek moyangnya di Tanjung pada tahun 1924. Di Tanjung dia mendirikan pondok pesantren. Dengan kharisma yang dimilikinya dia berhasil mengembangkan Tanjung, Paringgonan, menjadi pusat studi Islam yang didatangi para mahasiswa dari seluruh penjuru Tanah Batak.

Selama hidupnya, dia terlibat dalam aktivitas-aktivitas perlawanan kepada kekuatan penjajah Belanda. Puncak kegembiraan dalam hidupnya nampak saat kemerdekaan Indonesia. Dia meninggal pada tanggal 10 Oktober 1950.

90. Syeikh Abdul Muthalib Lubis: Tokoh Spiritual Dari Manyabar (Lahir 1847)

Lahir di Manyabar pada tahun 1847 dan wafat pada tahun 1937. Dia berasal dari keluarga miskin yang menggantungkan kehidupan dari pertanian dan beternak kerbau.

Pada umur 12 tahun dia merantau ke Kesultanan Deli. Dan pada tahun 1864 dia berangkat ke Mekkah setelah mendapat bekal yang cukup dari hasil usaha di Medan pada umur 17 tahun bersama abangnya Abdul Latif Lubis.

Dia mengahabiskan waktunya untuk studi di Mekkah sampai tahun 1874. Setelah itu dia musafir dan belajar di Baitul Maqdis, Jerusalem, Palestina dan kembali ke Mekkah, tepatnya Jabal Qubeis untuk belajar Tarekat Naqsabandiyah sampai tingkat Alim.

Padda tahun 1923 dia kembali ke Tanah Air setelah sebelumnya tinggal di Kelang Malaysia dan pulang pergi ke Mekkah. Di Manyabar, dia menggeluti kegiatan sosial dengan membangun kehidupan sosial masyarakat di berbagai tempat di antaranta; Barbaran, Hutabargot, Mompang Jae, Laru, Tambangan, Simangambat, Bangkudu, Rao-rao sampai ke Siladang.

Kegiatan sosial ini sangat menyentuh langsung kepada permasalahan hidup sehari-hari masyarakat di berbagai tempat tersebut. Berbagai persoalan ditujuan kepadanya, mulai dari permasalaha rumah tangga, pekerjaan, kesulitan ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Dari kegiatan tersebut, dia berhasil membentuk masyarakat-masyarakat tersebut untuk berswadaya dalam pembangunan fasilitas uumum dan sosial serta agama sepeti mesjid, fasiltas suluk dan lain sebagainya.

Dalam sebuah kemarau yang sangat panjang, dia berinisiatif untuk mencari mata air dengan melakukan penggalian yang kemudian sangat berguna bagi warga setempat.

Salah satu keistimewaan beliau adalah hibinya melakukan long march yakni ritual berjalan kaki dari sebuah tempat ke tempat lain. Perjalanan itu pernah dilakukan ke Medan, kembali ke Petumbukan, Galang bahkan Pematang Siantar. Dalam perjalanan, mereka aktif menyapa masyarakat dan mencoba memecahkan dan meringankan masalah-masalah keseharian yang dialami penduduk yang dilaluinya. Berkat usahanya tersebut, berbagai masyarakat animisme di pedalaman-pedalamn tanah Batak banyak yang mengungkapkan niat mereka untuk memeluk Islam tanpa ajakan dan paksaan dari siapapun.

Di akhir hidupnya dia membuka sebuah forum diskusi dan pengajian di rumahnya yang selalu dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan mantan mahasiswanya dari berbagai penjuru antara lain Barbaran, Longat, Gunung Barani, Bunung Manaon, Adian Jior, Penyabungan dan lain-lain.

91. Raja Dusun Derak Alam Tanjung gelar Sultan Maharaja Lela (1853-1872).

92. Syeikh Abdul Hamid Hutapungkut: Sang Reformis (Lahir 1865)

Lahir pada tahun 1865 M, dan merupakan tokoh pembaharu. Sebagai intelektual dia banyak terlibat dalam pengembangn kultur dan budaya di Tapanuli Selatan. Dia merupakan tokoh yang berdiri untuk semua golongan dan tidak mau terlibat dalam ajaran tarekat Naqsabandiyah.

Pada tahun 1918, dia mengembangkan Islam di Pematang Siantar dan menjadi Qadhi di Timbang Galung. Selama dua tahun dia mengabdikan diri di tengah-tengah masyarakat Batak Simalungun, dia kembali ke tanah kelahirannya pada tahun 1920.

Di sana dia mendirikan perguruannya di sebuah mesjid yang dibangunnya dan memperkaya Hutapungkut sebagai kota dengan seribu perguran Islam. Slah satu alumninya adalah Lebay Kodis. Sambil menjadi cendikiawan di perguruan tersebut dia juga terlibat dalam kegiatan politik mengusri Belanda sampai akhirnya dia bergabung dengan Permi dan PSII.

93. Sultan Marah Laut bin Sultan Main Alam Pasaribu pada tahun 1289 rabiul akhir atau pada tanggl 17 Juni 1872 menuliskan kembali Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir).

Lebih lengkapnya biografi tokoh ini, lihat Sejarah Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan di Barus

94. SM Raja XII, Patuan Bosar, gelar Ompu Pulo Batu, Lahir 1871

95. Raja Muhammad Amin Tanjung gelar Sultan Hidayat (1872).

96. Syeikh Ja'far Hasan Tanjung: Sang Organisator (Lahir 1880).

Lahir di Remburan, Mandailing pada tahun 1880, anak kedua dari dua belas putera-puteri Syeikh Hasan Tanjung.

Sejak kecil dia merantau ke Kesultanan Deli, tepatnya Medan dan tinggal bersama pamannya yang menjadi pengusaha sukses yang bernama H. Hamid Panjang Mise dan mempunyai banyak gerai batik salah satu diantaranya di Kesawan No. 34 Medan.

Pada tahun 1904, dia diutus oleh pamannya tersebut untuk belajar ke Mekkah. Setelah beberapa tahun di sana dia melanjutkan studinya ke Bait al-Maqdis, Jerusalem, Palestina. Dari sana dia melanjutkan kelana pendidikannya ke Kairo.

Pada tahun 1912, dia kembali ke tanah air dan mengembangkan Islam dan pendidikan di Kesultanan Deli, tepatnya di Jalan Padang Bulan 190 Medan.

Dari pengalamannya tersebut dia diangkat menjadi Pemimpin di Maktab Islamiyah Tapanuli, Medan yang berdiri pada 9 Syakban 1336 H. Pimpinan setelah itu adalah H. Yahya, Syeikh Ahmad dan Syeikh M. Yunus berturut-turut.

Dalam perjalanan sejarahnya, rumahnya yang di Padang Bulan tersebut, diserahkannya kepada al-Jam'iyah al-Washliyah yang menjadi organisasi masyarakat muslim di Medan.

Sebagai tokoh masyarakat, dia menunjukkan sebauh kebiasaan baru yang tidak lazim saat itu, bahwa dia tidak mau menerima zakat yang menurutnya ada beberapa ashnaf yang lebih berhak menerimanya.

Sumbangsihnya dalam perjalanan karir politik adalah pendirian organisasi seperti al-Jam'iyah al-Washliyah di Medan.

97. Syeikh Muhammad Yunus Tapanuli: Sang Politikus (Lahir 1889)

Dia merupakan pendiri 'Debating Club'; yang sangat terkenal. Kehidupannya banyak dibahas dalam biografi tokoh-tokoh yang menjadi pentolan melawan penjajah.

98. Syeik Muhammad Yunus Huraba: Tokoh Pembangunan Sosial Sipirok.

Lahir pada tahun 1894 di Huraba, Mandailing. Setelah kuliah di Mekkah dia membangun Sipirok pada tahun 1865 melalui permintaan Namora Natoras setempat. Pembangunan masyarakat Islam di Sipirok dimulai dengan mendirikan mesjid raya serta beberapa bangunan lembaga pendidikan lainnya.

Dengan hadirnya Syeikh di Sipirok, dapat dipastikan bahwa struktur masyarakat Sipirok akhirnya dapat berkembang sesuai dengan masyarakat modern untuk level saat itu.

Sipirok menjadi pusat pendidikan Islam dan banyak ulama yang lahir dari tangannya. Diantaranya adalah Syeikh Syukur Labuo dari Parau Sorat dan anaknya sendiri yang bernama Tuan Syeikh Ahmad Disipirok.

99. H. Mahmud Fauzi Sidempuan (Lahir 1896)

Lahir di Padang Sidempuan pada tahun 1896 dari ayah bernama H. Muhammad Nuh dan Ibunya Hajjah Aisyah. Ibunya Hajjah Aisyah merupakan salah satu intelektual perempuan Batak yang mempunyai jama'at perempuan. Eksistensi Aisyah membuat orang-orang Batak mengenalnya dengan gelar Ompung Guru.

Dilahirkan dengan didikan sang ibu dengan nuansa agama membuatnya cenderung untuk menghayati pendidikan agama. Hal itu dilakukannya dengan berguru kepada Syeikh Abdul Hamid Hutapungkut yang menjadi satu-satunya tokoh Islam di sekitar kawasan tersebut.

Atas kehendaknya sendiri, dia berangkat ke Hutapungkut, center of excelent, dan belajar langsung dengan Syeikh Hutapungkut selama tiga tahun. Pada tahun 1910 dia berangkat ke Mekkah atas dorongan gurunya tersebut.

Ibunya, merupakan pendukung utama pendidikannya di Mekkah. Pada perang dunia pertama dia dikirimi uang sebesar dua puluh lima rupiah untuk biaya kehidupan sehari-hari di Mekkah. Namuan setelah PD I tersebut dia kembali ke Tanah Air pada tahun 1919.

Selama di Tanah Air dia menjadikan Batang Toru sebagai pusat pengembangan pendidikannya. Pada tahun 1926, atas kharisma dan kewibawaannya banyak warga Batak Toba dari pedalaman Tanah Batak yang datang mendengarkan ceramah agama yang diberikannya. Bahkan banyak diantaranya, khususnya dari Porsea dan Balige yang menetap dan mendirikan pemukiman di Batang Toru agar dapat menjadi bagian dari lembaga pendidikan tersebut.

Muhammad Fauzi juga terlibat dalam mengislamkan orang-orang Toba yang berduyun-duyun mendatangi rumah kediamannya untuk menyampaikan keinginan mereka memeluk agama ini.

Bagi para muallaf Toba yang datang dalam jumlah besar ini, Muhammad Fauzi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal sementara sebelum mereka kembali ke kampung halaman masing-masing.

Para Muallaf Toba tersebut, di zaman kemerdekaan banyak yang menjadi pegawai di kementrian agama di Republik Indonesia yang baru berdiri. Selain kegiatan dakwah dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan, Muhammad Fauzi juga banyak menulis buku namun sekarang ini sudah banyak yang hilang. Di antaranya yang dapat dicatat adalah Buku 'Menuju Mekkah-Madinah-Baitul Maqdis'.

Jabatan organisasi yang diembannya terakhir sebelum meninggal dunia adalah Rois Suriyah NU di Batang Toru. Selain itu dia juga banyak mewakafkan hartanya untuk jalan dakwah.

100. Syeikh Ismail Bin Abdul Wahab Harahap (Lahir 1897)

Nama lengkapnya, Assyahid Fi Sabilillah Syeikh Ismail bin Abdul Wahab Tanjung Balai. Dia dilahirkan di Kom Bilik, Bagan Asahan, pada tahun 1897 daeri seorang ayah bernama H. Abdul Wahab Harahap dan ibu bernama Sariaman. Ayahnya berasal dari Huta Imbaru, Padang Lawas, Tapanuli Selatan.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar dia melanjutkan pendidikan, khususnya, agama ke salah seorang ulama di Tanjung Balai, kepada al-Marhum Syeikh Hasyim Tua serta beberapa ulama lainnya. Tanjung Balai, selain kota pelabuhan yang sangat ramai, juga merupakan pusat pendidikan agama Islam di Kesultanan Asahan. Para mahasiswa dari berbagai negeri menjadikan Tanjung Balai sebagai tujuan pendidikan, seperti, Kerajaan Kotapinang, Kerajaan Pane dan lain sebagainya.

Pada tahun 1925, untuk melengkapi ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dia berangkat ke Mekkah, yang menjadi pusat pertemuan intelektual-intelektual Islam sedunia. Di sana dia mengembangkan kemampuannya selama lima tahun sambil menunaikan ibadah haji.

Tidak puas dengan standarisasi ilmu di Mekkah, dia melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar di Kairo, Pada tahun 1930. Dia menamatkan berbagai jenjang di antaranya, Aliyah, Alimiyah, Syahadah Kulliah Syar'iyah dan Takhassus selama dua tahun.

Syahadah Aliyah saat itu setingkat dengan sarjana. Alimiyah setingkat dengan master. Syahadah Kulliah Syar'iyah merupakan pendidikan spesialisasi. Takhassus merupakan pendidikan tingkat Doktor sesuai dengan kurikulum Islam saat itu.

Pendidikan yang sangat lama itu tidak memjadi halangan baginya, walau dengan pengorbanan meninggalkan putrinya yang masih kecil, bernama Hindun, yang lahir sesaat sebelum dia berangkat di Mekkah.

Aktvitasnya tidak saja dicurahkan untuk penguasaan ilmu, dia juga aktif dalam politik untuk menentang kolonialisme. Berbagai kegiatan tersebut mengantarnya menjadi Ketua 'Jamiatul Khoiriyah', sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir.

Perjuangan melawan kolonialisme tersebut diperluas ke segenap puak Melayu yang berada dalam terkaman bangsa kolonial. Diapun terpilih menjadi Ketua Persatuan Indonesia Malaya selama tiga tahun. Selama kepemimpinannya dia berhasil membangun solidaritas dan nasionalisme di jiwa para pemuda Indonesia dan Malaysia yang belajar di Mesir.

Di Tanah Air, gaung nasionalisme tersebut semakin menjalar di kedua negara, sehingga nama Parpindom, akromin organisasi mereka tersebut, memberi harapan yang sangat jelas mengenai nasib bangsa yang terjajah itu.

Kesadaran politik di Indonesia dan Malaysia semakin berkembang pesat, saat beberapa tulisannya terbit di majalah-majalah di kedua negara. Majalah Dewan Islam, Medan Islam dan lain-lain, merupakan corong politik baginya yang menimbulkan kepercayaan diri bagi bangsa pribumu dengan nama samaran di koran; "Tampiras".

Perjuangan selama tiga belas tahun di luar negeri, membuatnya terkenal saat pulang meninggalkan Port Said, Mesir ke Indonesia via Singapura, sebuah provinsi Malaya saat itu.

Jumat, 28 November 1936, dia kembali ke tanah air melalui Pelabuhan Teluk Nibung tepat pukul 15.45, dengan menumpang Kapal Kampar dari Bengkalis.

Kedatangannya, tanpa diduga-duga telah diketahui oleh masyarakat Tanjung Balai. Sehingga, secara spontan, masyarakat yang rindu dengan jiwa perjuangan tersebut menyambutnya di pelabuhan dengan lagu-lagu perjuangan, Tala'ah Badru Alaina.

Diapit oleh adiknya Zakaria Abdul Wahab Harahap yang menjemputnya di Bengkalis, dia mendekati satu persatu masyarakat yang menyambutnya dengan sebuah kehangatan akan harapan untuk membela harga diri bangsa dari kezaliman penjajah.

Dapat dipahami kedatangannya ke Tanah Air kemudian dipersulit oleh penjajah Belanda, sehingga beberapa persoalan dan kesulitan juga menyambutkan bersama sambutan hangat dan menggebu-gebu dari masyarakat untuk tokoh pergerakan nasional ini.

Namun, kewibaan dan kesabaran yang ditunjukkannya membuatnya dapat bertaham dan kemudian mendirikan sebuah institusi pendidikan dengan nama "Gubahan Islam". Yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Tanjung Balai. Beberapa tokoh setempat berlomba-lomba menbantunya seperti H. Abdur Rahman Palahan dan H. Abdul Samad.

Beberapa kali insiden yang mengarah kepada kekacauan sosial diciptakan oleh intel-intel penjajah untuk membuat gap antara masyarakat dengan lembaga pendidikan tersebut. Namun setiap kali itu pula si Harahap ini berhasil mengatasinya dengan karisma yang terletak di pundaknya.

Pendidikan yang diterapkannya di perguruan tersebut semakin lama semakin meningkat. Beberapa tahap dan level pendidikan didirikan untuk memenuhi permintaan masyarakat. Level pendidikan umum, dewasa, dan juga pendidikan politik bagi aktivis-aktivis kemerdekaan.

Namun, sebagai seorang pemikir dan intelektual, kegiatannya tidak terpaku pada kegiatan ajar-mengajar. Dia juga terlibat dalam riset dan penelitian demi memajukan sistem sosial masyarakat di Tanjung Balai. Beberapa hasil riset dan pemikirannya tersebut tertuang dalam beberapa buku, antara lain "Burhan al-Makrifah". Artikel-artikelnya dimuat di hampir semua koran-koran di berbagai kerajaan dan kesultanan, yang sekarang menyatu menjadi Sumatera Utara.

Beberapa kali Belanda mengeluarkan perintah rahasia untuk membungkamnya. Beberapa peraturan baginya dibuat khusus termasuk larangan untuk mengajar.

Paska kemerdekaan RI, nasionalisme di Tanjung Balai mencapai puncaknya. Dia diangkat menjadi Ketua Nasional Kabupaten Tanjung Balai, untuk menegaskan kemerdekaan RI dari belenggu kolonialisme Belanda.

Di Tebing Tinggi, dia menggalang solidaritas sesama ulama se Sumatera Timur pada tahun 1946 dan merumuskan beberapa fatwa untuk membantu ummat dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ibadah yang mereka hadapi.

Maka tidak heran, rakyat di Sumater Timur sangat merindukan kehadirannya saat dengan lantang menunjukkan keberaniannya untuk menurunkan bendera Jepang di Kantor Gun Sei Bu di Tanjung Balai. Sesuatu yang menurut orang banyak sebagai tindakan yang sangat nekat untuk ukuran zaman penjajahan Jepang yang otoriter tersebut.

Di sela-sela tanggung jawab sosial yang diembannya, dia masih bersedia untuk diangkat menjadi Penanggung Jawab sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Nasional "Islam Merdeka" yang kemudian diubahnya menjadi Majalah "Jiwa Merdeka".

Untuk mengisi kekosongan birokrasi dari kurangnya SDM Sumatera Timur saat itu, Gubernur Sumatera, Mr. T. M Hasan memintanya untuk menjadi Kepala Baitul Mal Jawatan Agama pada tahun 1946, yang berkedudukan di Pematang Siantar.

Paska kemerdekaan Indonesia, Belanda kembali lagi dalam sebuah agresi militer yang dikenal Agresi Belanda I pada tahun 1947. Dia yang menjadi target operasi Belanda akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke Pulau Simardan. Enam hari setelah agresi tersebut dia menungunjungi rumahnya di Jalan Tapanuli, Lorong Sipirok, Tanjung Balai untuk mengambil perbekalan. Jam 10.00 pagi dia ditangkap oleh Belanda.

Dengan dakwan telah memprovokasi pemuda Indonesia untuk merdeka dia ditembak mati oleh Belanda pada hari Minggu 24 Agustus 1947 pukul 11.00. Dia tewas dalam umur 50 tahun dan dikuburkan di penjara Simardan.

Entri Populer